Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Kalimantan Barat Suwarna Abdul Fatah yang menjadi terdakwa dalam kasus korupsi terkait rekomendasi untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit mengajukan permohonan perubahan status tahanan pada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Permohonan perubahan status tahanan tersebut yang diajukan oleh penasehat hukumnya meminta agar Majelis Hakim yang diketuai oleh Gusrizal mengijinkannya berstatus tahanan luar. "Kami akan mengajukan permohonan perubahan status tahanan klien kami menjadi tahanan luar mengingat usianya yang sudah lanjut, kiranya majelis dapat mempertimbangkannya," kata penasehat hukum Suwarna, KG Wijaya dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, di Jakarta, Kamis. Menanggapi hal tersebut majelis hakim menyatakan akan mempertimbangkan surat permohonan yang telah disampaikan tersebut dan akan memutuskannya melalui musyawarah. Dalam persidangan tersebut majelis hakim membacakan putusan sela setelah mempertimbangkan eksepsi dari terdakwa dan penasehat hukumnya serta tanggapan atas eksepsi yang diajukan oleh jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Majelis yang beranggotakan Eddy Patinassarani, Sofialdo, Hugo dan Slamet Subagyo dalam putusan selanya menyatakan menolak keberatan penasehat hukum Suwarna atas dakwaan dan memutuskan untuk melanjutkan sidang pemeriksaan kasus tersebut. Sejumlah hal yang menjadi pertimbangan majelis antara lain menilai bahwa alasan penasehat hukum bahwa KPK tidak berwenang mendakwa kasus yang telah mendapat surat penghentian penyelidikan perkara (SP3) adalah tidak tepat. Mengenai surat dakwaan dari JPU yang dinyatakan tidak lengkap oleh penasehat hukum Suwarna, majelis juga tidak sependapat. "Surat dakwaan telah memenuhi syarat karena telah mencantumkan nama, waktu, paparan peristiwa dan juga aturan yang dilanggar," kata Hugo. Berdasarkan sejumlah pertimbangan itu, maka majelis menolak eksepsi penasehat hukum Gubernur Kalimantan Timur tersebut. Suwarna Abdul Fatah didakwa memperkaya sepuluh perusahaan yang tergabung dalam Surya Dumai Group karena mereka telah menikmati 697 ribu meter kubik kayu pada areal hutan di Kalimantan Timur sehingga merugikan negara hingga Rp346,823 miliar. Dalam dakwaan, JPU menyatakan Suwarna melakukan perbuatan melawan hukum itu secara bersama-sama dengan Dirjen Pengusahaan Hutan Produksi Departemen Kehutanan dan Perkebunan Waskito Suryodibroto, Kakanwil Departemen Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, Uuh Aliyudin, dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur, Robian, serta Martias sebagai pemilik Surya Duma Group. Suwarna didakwa setidaknya telah melakukan empat perbuatan melawan hukum. Perbuatan itu yaitu memberikan rekomendasi areal perkebunan sawit, memberikan persetujuan sementara Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Perkebunan (HPHTP) sementara dan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK), memberikan persetujuan prinsip pembukaan lahan dan pemanfaatan kayu dan memberikan dispensasi kewajiban penyerahan jaminan bank (bank garansi) Provisi Sumber Daya Hutan-Dana Reboisasi (PSDH-DR) IPK kepada sepuluh perusahhan yang tergabung dalam Surya Dumai Group yang dikendalikan oleh Martias atau Pung Kian Hwa.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006