Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan mengurangi komponen pinjaman luar negeri dari negara lain atau donor dan memperbesar pinjaman dari pasar uang terutama pasar uang dalam negeri. "Kita akan makin mengurangi komponen pinjaman luar negeri (dari negara lain atau donor), dan memperbesar pinjaman dari market," kata Dirjen Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, Rahmat Waluyanto dalam pelatihan wartawan ekonomi keuangan dan moneter (Forkem) akhir pekan ini di Bogor. Rahmat menyebutkan, secara gross, penarikan pinjaman luar negeri yang dilakukan pemerintah menunjukkan angka negatif 0,4 hingga 0,5 persen dari PDB sejak tahun 2004. Khusus tahun 2006 ini (hingga kuartal III), gross pinjaman luar negeri pemerintah dalam rangka pembiayaan mencapai sekitar Rp35 triliun hingga Rp40 triliun sedangkan pinjaman dalam negeri melalui penerbitan Surat Utang Negara (SUN) mencapai Rp58 triliun hingga Rp60 triliun. "Berarti jumlahnya sekitar Rp100 triliun. Ini untuk 2006 saja yang masih sementara sifatnya karena jumlah pastinya baru akan diketahui nanti pada akhir tahun," katanya. Sementara itu mengenai total utang negara RI hingga kwartal III 2006, Rahmat menyebutkan, jumlahnya mencapai 147,2 miliar dolar AS. Jumlah tersebut terdiri atas utang pemerintah pusat sebesar 143,2 miliar dolar dan utang yang dilakukan Bank Indonesia (BI) sebesar 3.9 miliar dolar . Utang pemerintah pusat sebesar 143,2 miliar dolar itu terdiri atas pinjaman sebesar 61,6 miliar dolas dan obligasi pemerintah sebesar 81,6 miliar dolar . "Jumlah 143,2 miliar dolar atau equivalen dengan Rp1.300 triliun inilah yang dikelola oleh Ditjen Pengelolaan Utang Depkeu," kata Rahmat. Mengenai nilai obligasi negara, lebih lanjut Rahmat menjelaskan, per 24 November 2006 nilai obligasi negara mencapai Rp690,021 triliun. Jumlah itu terdiri atas obligasi dalam negeri sebesar Rp639,778 triliun dan obligasi negara luar negeri (berdenominasi valas) sebesar 5,5 miliar dolar . Obligasi negara dalam negeri terdiri atas obligasi negara dengan bunga tetap (termasuk obligasi ritel ORI) sebesar Rp236,720 triliun, obligasi dengan bunga mengambang Rp182,032 triliun, dan surat utang kepada BI Rp221,027 triliun. "Jumlah utang yang demikian besar memerlukan pengelolaan yang baik sehingga risikonya dapat dikendalikan baik risiko suku bunga maupun risiko currency rate (resiko kurs)," kata Rahmat.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006