Kedua kepala negara (Belanda dan Brazil) juga harus menghargai bahwa pelaksanaan hukuman mati tersebut merupakan bentuk penegakan hukum yang berlangsung di Indonesia,"
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tantowi Yahya menilai pemerintah Belanda dan Brazil harus menghargai penegakan hukum yang berlangsung di Indonesia, terkait pelaksanaan hukuman mati terhadap enam pengedar narkoba.

"Kedua kepala negara (Belanda dan Brazil) juga harus menghargai bahwa pelaksanaan hukuman mati tersebut merupakan bentuk penegakan hukum yang berlangsung di Indonesia," kata Tantowi melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu.

Dia menyebutkan sebanyak 40 orang meninggal setiap hari akibat narkoba.

Tantowi mengatakan hukuman mati untuk para pengedar narkoba tidak hanya di Indonesia, tapi juga berlaku di Cina, Singapura, Vietnam, Malaysia, dan negara-negara lainnya.

Menurut dia, hak Pemerintah Brazil dan Belanda untuk menarik Duta Besarnya di Indonesia atas ketidaksetujuannya terhadap eksekusi hukuman mati terhadap warga negara mereka.

"Upaya yang telah dilakukan oleh Presiden Dilma Rousseff dan Raja Willem Alexander yang juga telah berkomunikasi dengan Presiden Joko Widodo merupakan upaya yang sungguh-sungguh untuk melindungi warga negaranya," ujarnya.

Tantowi menilai hal tersebut merupakan hal yang wajar dan apabila setelah pelaksanan hukuman mati telah berimpilkasi terhadap ditariknya duta besar mereka di Indonesia, maka itu merupakan hak kedua negara tersebut.

Politisi Partai Golkar itu berharap sikap kedua negara tersebut merupakan reaksi sesaat.

Menurut dia pemerintahan Jokowi harus mengintensifkan komunikasi dalam kerangka menjelaskan pelaksanaan hukuman mati merupakan bagian dari penegakan hukum.

"Hal itu harus dilakukan apabila nantinya penarikan tersebut berdampak terhadap hubungan diplomasi kedua negara," katanya.

Kejaksaan Agung telah melaksanakan eksekusi terhadap enam orang terpidana mati, yang masing-masing merupakan warga negara Indonesia, Brazil, Belanda, Malawi, Vietnam dan Nigeria pada Minggu (18/1) dini hari.


Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015