Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah pegiat rehabilitasi korban narkoba meminta Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 35/2009 tentang Narkotika, karena dianggap masih ada pasal yang kontradiktif terkait pengguna narkoba.

"Di satu sisi ada pasal yang mewajibkan pengguna direhabilitasi, tapi di sisi lain pengguna diproses hukum," kata Sulaiman, dari Yayasan Rekan Sahabat Sebaya, di Jakarta, Sabtu. 

Dia bersama sejumlah sejawatnya bertatap-muka dengan perempuan menteri itu di rumah dinas menteri, di Kompleks Widaya Chandra.

Selain Sulaiman hadir juga perwakilan pegiat rehabilitasi korban narkoba dari Persaudaraan Korban Napza Indonesia, Forum Komunikasi Family Support Group Nasional, Yayasan Keluarga Pengasih Indonesia, dan Yayasan Harapan Permata Hati Kita.

Lebih lanjut Sulaiman mengatakan, jika memang ada komitmen untuk merehabilitasi pengguna narkoba, maka pelaku yang sekadar pengguna yang tertangkap langsung diarahkan untuk direhabilitasi, tidak perlu diproses hukum, terlebih sampai ke meja hijau.

"Toh mereka itu korban, bukan pelaku kriminal narkoba layaknya pengedar dan bandar," katanya.

Selain itu, menurut dia, perlu juga penambahan unsur pekerja sosial di dalam Tim Assessment Terpadu (TAT), tim yang menilai dan menentukan apakah pelaku penyalahgunaan diproses hukum atau cukup direhabilitasi.

"Unsur pekerja sosial ini penting untuk masuk dalam TAT yang saat ini hanya diisi unsur BNN, Polri, Kejaksaan, Kemenkumham, dan petugas medis," katanya.

Mensos Khofifah menyatakan akan mempelajari masukan dari pegiat rehabilitasi korban narkoba itu, termasuk terkait kewenangan kementeriannya terhadap persoalan itu.

Yang jelas, menurut Khofifah, kementerian yang ia pimpin memiliki kewenangan dalam hal rehabilitasi korban narkoba, termasuk melakukan akreditasi terhadap lembaga penyelenggara rehabilitasi yang disebut sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015