Banda Aceh (ANTARA News) - Calon Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, menegaskan bahwa bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM), baik berbentuk kain maupun pin, bukan lambang militer, melainkan organisasi, sehingga siapa saja yang menggunakan dan memakainya tidak melanggar nota kesepahaman (MoU) Perdamaian Helsinki. "Penggunaan bendera dan pin bendera oleh mantan anggota GAM tidak melanggar MoU Helsinki, karena dalam pasal 4 poin 2 yang dilarang adalah lambang militer, sedangkan bendera adalah lambang organisasi, bukan militer," kata mantan juru runding GAM itu kepada wartawan di Banda Aceh, Kamis. Ia mengatakan hal itu menanggapi penyataan Ketua Aceh Monitoring Mission (AMM), Pieter Feith, di media massa yang mengimbau, agar pasangan Irwandi-Nazar dan para pendukungnya untuk menanggalkan semua atribut militer GAM, paling lambat setelah mereka dinyatakan sebagai pemenang dalam Pilkada NAD 2006. "Saya sangat tersinggung dengan pernyataan Feith tersebut, seolah-olah dia menggurui saya dan menganggap saya seperti anak kecil," ujarnya. Ia menyatakan, sejak Tentara Nasional Aceh (TNA) GAM dibubarkan 27 Desember 2005 sebagai implementasi Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki di Finlandia pada 15 Agustus 2005, maka tidak ada lagi simbol-simbol militer GAM yang diperlihatkan. Menurut Irwandi, penggunaan bendera dan pin bendera GAM tidak melanggar MoU, karena itu bukan lambang militer. "Pin bendera GAM tersebut hanya souvenir yang bisa dipakai siapa saja, dan di mana saja, seperti kita membeli pin bendera Singapura atau negara lainnya, kemudian kita pakai di Indonesia, kan tidak ada masalah. Demikian juga bendera GAM itu sama dengan bendera organisasi-organisasi lainnya," ujarnya. Untuk itu, ia mengharapkan, agar sebelum AMM meninggalkan Aceh supaya tidak melempar hal-hal remeh, namun mengganggu. "Seharusnya di masa seperti ini lebih mengedepankan suasana rileks, tak perlu mengungkit masalah kecil," ujarnya. Irwandi mengemukakan, pihaknya sudah minta klarifikasi dari Panglima Daerah Militer (Pangdam) dan Panglima TNI menggenai penggunaan lambang GAM, dan mereka menyatakan tidak ada masalah. "Pieter Feith seharusnya tahu mana simbol militer dan simbol organisasi. Jangan berpikiran sangat picik," tegasnya. Piter Feith dalam temu pers perpisahan dengan wartawan di Aceh sempat mengatakan, dirinya tetap mengharapkan, agar sedapat mungkin GAM menghindari penggunaan lambang dan simbol GAM, dan hal itu sudah menjadi kesepakatan dengan petinggi GAM Swedia, Malik Mahmud. Ia mengakui, dalam MoU Helsinki, Aceh bisa memiliki lambang, bendera, dan himne sendiri, namun tidak perlu ada bendera GAM. "Perlu juga dibedakan mana bendera Aceh, dan mana bendera GAM," ujarnya. Feith juga mengingatkan, lebih baik GAM memikirkan pekerjaan besar yang menanti di masa depan dari pada memikirkan simbol dan lambang. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006