Jakarta (ANTARA News) - Diskusi poligami oleh Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan ke-24 di Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta Selatan, dan dihadiri oleh sejumlah tokoh berujung pada titik temu sepakat untuk tidak sepakat. Diskusi yang dilaksanakan di Aula Buya Hamka Masjid Agung Al-Azhar, Senin, itu dihadiri ratusan peserta dan tiga pembicara, yaitu Guru Besar FKUI, Prof Dr Dadang Hawari, Kepala Sub Bidang Kepenghuluan Departemen Agama, Abdul Qodir, perwakilan dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), HM Shiddiq Al-Jawi dengan pembawa acara Wirawan Adnan. Diskusi membahas berbagai macam persoalan seputar poligami termasuk perundangan yang mengatur tentang poligami dan rencana perluasannya. Kepala Sub Bidang Kepenghuluan Depag, Abdul Qodir, mengatakan, Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan salah satunya mengatur bahwa azas perkawinan di Indonesia adalah monogami. "Meski begitu tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat untuk berpoligami asalkan memenuhi peraturan yang telah ditentukan," katanya. Umat Islam, menurut dia, seharusnya bangga bahwa hukum-hukum Islam diangkat menjadi hukum positif sehingga aturan negara dapat digunakan sebagai filter bagi seseorang sudah melaksanakan hukum Islam atau belum. Pendapat itu ditentang oleh Perwakitan HTI, HM Shiddiq Al-Jawi, yang justru berpendapat bahwa monogami adalah konsep keluarga Eropa sehingga monogami bukan budaya Islam yang harus diikuti. "Dari sejak zaman Rasul, konsep keluarga Islami adalah poligami tetapi pada perkembangannya konsep itu diserang dan diambil alih oleh pemangku kekuasaan yang diformulasikan dalam perundangan sehingga monogami jadi lebih dominan," katanya. Sementara itu, Guru Besar FKUI, Prof DR Dr Dadang Hawari, mengatakan, perlunya sosialisasi tentang Undang-Undang perkawinan yang hingga ini belum diketahui secara luas dan detail oleh masyarakat. "Sosialisasi dan sanksi-sanksi harus diterapkan dengan tegas agar dalam pelaksanaannya pelanggaran dapat diminimalisir," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006