Indonesia ini sangat kekurangan negarawan yang memikirkan bangsa 1.000 tahun ke depan, namun jumlah politisi sangat banyak,"
Jakarta (ANTARA News) - Buya Ahmad Syafii Maarif mengungkapkan Indonesia kekurangan negarawan yang memikirkan arah bangsa ini mau dibawa kemana dalam 1.000 tahun mendatang.

"Indonesia ini sangat kekurangan negarawan yang memikirkan bangsa 1.000 tahun ke depan, namun jumlah politisi sangat banyak," kata Buya Syafii dalam peluncuran bukunya Islam Dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan di Gedung Pakarti Jalan Tanah Abang III, Jakarta, Selasa.

Buya Syafii juga mengatakan bahwa ada perbedaan jelas antara Negarawan dan Politisi dimana negarawan memikirkan bangsa, sedangkan politisi mementingkan dirinya sendiri.

"Beda, negarawan memikirkan bangsa, sedangkan politisi hanya memikirkan Pilkada, Pilgub, Pilbup dan lain-lainnya," ujar Buya Syafii yang pernah menjabat Ketua Umum PP Muhamadiyah periode 1998-2005.

Sehingga, lanjut Buya Syafii, untuk membangkitkan Indonesia dari pingsannya secara moral, maka negeri ini membutuhkan negarawan.

"Untuk bangkit dari pingsan secara moral, kita butuh negarawan bukan politisi yang menjadikan politik sebagai mata pencaharian," katanya.

Jika kepentingan umum sudah ditaklukan oleh kepentingan pribadi, lanjut Buya Syafii, tinggal tunggu waktu Indonesia akan hancur.

"Jika kepentingan bangsa takluk oleh kepentingan pribadi lalu dengan korupsi dan sebagainya, saya khawatir bangsa ini sedang menggali kuburnya sndiri," ucapnya.

Buya Syafii juga mengkritisi kisruh dualisme kepemimpinan partai yang baru-baru ini terjadi di dua Parpol besar.

"Saya tidak ngomong beringin lo ya, ini juga tipikal politisi, jika mereka tidak setuju dengan ketua partainya maka membentuk partai baru. itu nggak sehat, kita perlu kesabaran dalam berpolitik," ujarnya.

Kendati demikian, ketika ditanya apakah ada kemungkinan dirinya menjadi ketua partai, Buya Syafii mengatakan dirinya tidak merasa siap dengan gesekan yang terjadi dalam kehidupan partai.

"Umur saya sudah tua belum tentu saya berhasil di partai, lebih baik saya mengurus Muhammadiyah yang tidak terlalu ada gesekan karena jiwa saya nggak tahan dengan gesekan," katanya.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015