Surabaya (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Rakyat RI kian menyoroti permasalahan pengelolaan sumur minyak tua secara ilegal di Indonesia karena hal tersebut diyakini telah merugikan masyarakat, negara dan merusak lingkungan sekitar.

Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika menyatakan, pengelolaan sumur minyak secara ilegal tersebut memang sudah diketahuinya sejak kecil. Khususnya, masyarakat Wonocolo Kecamatan Kawengan Cepu Kabupaten Bojonegoro sudah sejak lama berkecimpung dalam usaha pengeboran minyak mentah itu.

"Hal itu terjadi karena tahun 1970-an, Pertamina sebagai pemilik kawasan itu tak lagi melakukan eksplorasi dan eksploitasi di kawasan itu sebab dianggap tak ekonomis lagi. Daripada masalah itu kian berlarut-larut dan merugikan negara, kami akan membahasnya secara intensif di meja dewan," ujarnya, di Surabaya, Kamis.

Meski begitu, tutur dia, sampai saat ini kawasan itu masih milik Pertamina dan pihak Pertamina EP pun sengaja memberikan kepada KUD setempat untuk mengelolanya. Kemudian, hasil minyaknya dibeli oleh Pertamina EP. Tujuannya, untuk menyejahterakan perekonomian masyarakat sekitar.

"Masalah yang terjadi di kawasan Wonocolo karena KUD yang mendapatkan izin dari Pertamina untuk mengelola di Kawengan hanya 255 sumur tua. Namun, kini sudah menjadi 550 sumur," katanya.

Ia menambahkan, KUD juga menggandeng investor swasta dan hal itu menyalahi aturan. Penyebabnya, negara dalam hal ini Pertamina hanya memperbolehkan KUD yang mengelola, bukan pihak lain.

Tapi investor juga tak bisa disalahkan karena mereka menjalin kerja sama dengan KUD yang seolah-olah legal. Bahkan, kerja sama itu mempunyai surat perjanjian.

"Di lain pihak, KUD juga tak sanggup membiayai sendiri biaya produksi minyak mentahnya. Setibanya di Jakarta, kami akan membahas masalah ini sehingga tujuan awal pengelolaan sumur tua yang ada saat ini benar-benar bisa dijalankan," katanya.

Ia mengimbau, pemerintah segera turun tangan dalam mengatasi permasalahan pengelolaan sumur minyak tua ilegal yang semakin meningkat. Idealnya, pemerintah seharusnya bisa membantu permodalan KUD yang mengalami kesulitan pendanaan.

"Pertamina jika perlu juga bisa memberikan suntikan modal untuk operasional awal KUD. Khususnya, guna melakukan penambangan minyak sendiri bukan menggunakan jasa bagi hasil dengan investor," katanya.

Di tempat berbeda, Public Relations Manager PT Pertamina EP, Muhammad Baron, mengeluhkan semakin maraknya pengelolaan sumur minyak tua ilegal.

Apalagi, jumlah sumur tua yang tertera dalam perjanjian dengan KUD sebanyak 255 sumur. Sementara, sumur tanpa izin yang muncul belakangan ini di luar titik yang dikerjasamakan jauh lebih banyak yaitu mencapai 295 sumur.

"Produksi sumur tua, secara total mencapai 1.075 BOPD. Estimasi hasil illegal drilling lebih besar mencapai 1.085 BOPD sehingga rata-rata yang dijual ke penadah diperkirakan 300-500 BOPD," katanya.

Ia melanjutkan, kian maraknya pengusaha yang melakukan usaha penambangan ilegal di wilayah sumur tua di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, dan menjual minyaknya justru merugikan negara serta merusak lingkungan. Nilai kerugiannya diperkirakan telah mencapai 10,95 juta dolar AS antara tahun 2013 hingga 2014.

"Besarnya kerugian tersebut dengan asumsi ada 300 BOPD dan harga minyak 100 dolar AS/bbl sedangkan produksi minyak Pertamina EP dari Penambangan Rakyat tahun 2014 sekitar 1.600 BOPD dengan pendapatan setara 58,4 juta dolar AS (harga minyak 100 dolar AS/bbl)," katanya.

(KR-IDS/I007)

Pewarta: Indra Setiawan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015