Jakarta (ANTARA News) - Mantan Wakil Panglima Pasukan Pejuang Integrasi Timor Timur ( PPI Timtim) Eurico Guterres yang sedang menjalani hukuman pidana di LP Cipinang, Jakarta Timur, mendapat pengurangan hukuman 15 hari sebagai remisi khusus Hari Raya Natal. Guterres yang ditemui di sela-sela Perayaan Natal LP Cipinang, Senin malam mengatakan, dirinya merasa pemberian remisi itu sebagai sesuatu yang biasa saja. "Saya sudah berada di sini selama tujuh bulan, hampir delapan bulan. Saya merasa tidak bersalah sehingga remisi bukan sesuatu untuk dirayakan," kata Guterres. Eurico Guterres dijatuhi pidana penjara selama 10 tahun setelah dinyatakan bersalah dalam kasus pelanggaran HAM berat berupa kejahatan terhadap kemanusiaan pasca referendum di Timor Timur tahun 1999 yang dimenangkan kelompok pro kemerdekaan. Atas putusan Pengadilan Ad Hoc HAM Jakarta Pusat itu, Gutteres mengajukan banding dan kasasi yang hasilnya masing-masing memperkuat putusan pengadilan tingkat pertama. Guterres dieksekusi ke LP Cipinang sejak 4 Mei 2006 dan mengajukan permohonan Peninjauan Kembali atas kasusnya. "Saya mengajukan PK bukan untuk minta dibebaskan dari penjara, tetapi untuk mengungkapkan kebenaran," kata pria yang selalu menggunakan cincin dengan mata dwi warna Merah Putih itu. Gutteres yang juga Ketua DPP Partai Amanat Nasional Provinsi Nusa Tenggara Timur itu mengatakan, dirinya berada di balik terali besi untuk memperjuangkan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di Timor Timur. "Saya bangga berada di sini, karena saya memperjuangkan Indonesia, bukan karena saya mencuri atau korupsi," kata dia. Perayaan Natal perdananya itu, menurut Guterres, diisi dengan kegiatan bersama dan menerima kunjungan dari Wakil Ketua Partai Amanat Nasional pada Senin sore. Selain berharap penegakan hukum dan keadilan, Guterres mengungkapkan keinginannya untuk membuat buku berisi tulisan mengenai sejarah Timor-Timur sebelum dan sesudah jajak pendapat tahun 1999. Suatu peristiwa tidak berdiri sendiri, ada sebab di baliknya dan pemerintah tidak seharusnya menutup mata terhadap kejadian tahun 1975, demikian Eurico Guterres.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006