Pemerintah Indonesia telah berupaya maksimal untuk menyelesaikan tapal batas darat maupun laut serta udara dengan (pemerintah) Malaysia."
Nunukan (ANTARA News) - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Tedjo Edhy Purdijatno menyatakan, pembahasan masalah penyelesaian tapal batas negara antara RI dengan Malaysia di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara mesti menunggu kesediaan pemerintah Kerajaan Malaysia.

Hal ini diungkapkan ketika berkunjung di Kabupaten Nunukan, Minggu kepada Antara sekaitan dengan sepanjang garis perbatasan antara RI-Malaysia yang masih bermasalah dan belum menemukan titik terang sampai sekarang.

"Masalah pembahasan batas negara antara RI-Malaysia di Kabupaten Nunukan mesti menunggu kesediaan Malaysia dulu. Kalau dia (Malaysia) belum siap kita tidak bisa paksakan juga," ujar Tedjo Edhy Purdijatno saat tiba di Bandara Nunukan bersama sejumlah deputi Kementerian Polhukam sekitar pukul 16.30 wita.

Ia juga menegaskan, masalah ini akan dikoordinasikan dengan Menteri Luar Negeri (Retno Marsudi) untuk menempuh jalur diplomatik dengan pemerintah Kerajaan Malaysia untuk membahas penyelesaian batas negara yang belum terselesaikan khususnya antara Kabupaten Nunukan dengan Negeri Sabah.

Mantan Komandan Staf TNI AL ini menilai, pembahasan masalah tapal batas antar negara perlu duduk bersama dengan pemerintah Kerajaan Malaysia guna mendapatkan kesepakatan yang saling menguntungkan karena berkaitan dengan wilayah hukum dan pertahanan negara.

Batas wilayah antara RI dengan Malaysia di Kabupaten Nunukan yang dianggap belum selesai dan masih saling klaim pada lima titik diantaranya perairan Ambalat, Pulau Sebatik dan Pulau Kayu Mati.

Dalam rangka memperkuat wilayah perbatasan dengan Malaysia, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya dengan melakukan diplomasi dengan negara tetangga agar secepatnya diselesaikan.

"Pemerintah Indonesia telah berupaya maksimal untuk menyelesaikan tapal batas darat maupun laut serta udara dengan (pemerintah) Malaysia," ujar dia.

Pewarta: M Rusman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015