Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah asosiasi meminta pemerintah untuk mewajibkan transaksi bongkar muat di pelabuhan menggunakan rupiah untuk menjamin kepastian usaha, sehingga biaya logistik bisa ditekan.

"Transaksi bongkar muat di pelabuhan ini kita minta ditetapkan menggunakan rupiah, bukan dolar AS yang dikonversikan ke rupiah," kata Ketua Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Ilham Masita saat konferensi Pers "Indonesia Transport, Supply Chain and Logistic (ITSCl) & Intralogistics (ILI)" di Jakarta, Rabu.

Zaldy mengatakan karena nilai tukar dolar AS yang terus berfluktuasi setiap saat, menciptakan ketidakpastian terkait biaya operasional setiap harinya bagi pelaku usaha.

"Kalau pembayarannya ditetapkan rupiah, misalnya, satu kontainer tarif bongkar muat Rp2 juta, ya sudah Rp2 juta saja, kalau pakai dolar pasti ada hedge Rp100-200 untuk menjaga fluktuasi nilai tukar itu," ucapnya.

Dia mengatakan apabila tidak ditetapkan pembayaran dengan rupiah, biaya operasional dan biaya logistik akan semakin tinggi, karena itu titik ideal nilai tukar menurut dia Rp12.000, namun hal itu sudah tidak memungkinkan.

"Tapi jangan sampai terlalu rendah, karena nanti ekspor akan turun," imbuhnya.

Dalam kesempatan yang sama, Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan mengatakan tarif yang dipatok di pelabuhan tinggi hingga Rp17.000 per dolar AS untuk mengantisipasi fluktuasi dolar karena barang baru dinaikkan ke kapal jangka waktunya dua minggu hingga satu bulan kemudian.

"Dalam jangka waktu menunggu barang dinaikkan itu dolar berfluktuasi, jadi agen menetapkan tarif tinggi ke pemilik barang, ini yang menyebabkan biaya logistik mahal," ujarnya.

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015