Jangan karena pemilik lahan ingin meraih untung besar, kemudian masyarakat luas yang menjadi korban. Kebijakan `zero burning` harus diterapkan dengan sanksi hukum yang tegas."
Jakarta (ANTARA News) - Sekretariat Kerjasama Pelestarian Hutan
Indonesia (SKEPHI) mengusulkan agar Pemerintah dan DPR RI merevisi UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup guna mengantisipasi kebakaran hutan yang terjadi di setiap musim kemarau.

"Dalam UU No 32 Tahun 2009, ada klausul yang membolehkan masyarakat di sekitar hutan melakukan pembakaran lahan maksimal dua hektar. Klausul ini dapat memicu kebakaran hutan yang selalu terjadi pada setiap musim kemarau," kata juru kampanye SKEPHI, Marison Guciano di Jakarta, Selasa.

Menurut Marison, kasus kebakaran hutan yang terjadi di kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) Sulawesi Tengah seluas sekitar 18,5 hektar, berawal dari adanya aktivitas warga yang membuka kebun di sekitar kawasan taman nasional tersebut dengan cara membakar.

Karena musim panas dan angin kencang, menurut dia, api kemudian merambat ke dalam kawasan taman nasional dan lahannya ikut terbakar.

"Padahal, TNLL adalah rumah bagi jutaan keanekaragaman hayati dan lebih dari 50 persen satwa yang terdapat di kawasan ini merupakan endemik. Ada 117 jenis mamalia, 88 jenis burung, 29 jenis reptilia, dan 19 jenis amfibia hidup di kawasan ini," tuturnya.

Menurut Marison, dengan terbakarnya lahan di TNLL maka ribuan spesies satwa di lokasi tersebut kehilangan habitatnya.

Dia juga menduga, kebakaran hutan di lokasi lainnya ada kemungkinan karena dampak dari aktivitas pembakaran hutan.

Marison berharap, Pemerintah dan DPR RI segera merevisi UU No 32 Tahun 2009 dengan memasukkan klausul "zero burning" yakni tidak boleh membakar dalam pengelolaan hutan dan lahan.

"Jangan karena pemilik lahan ingin meraih untung besar, kemudian masyarakat luas yang menjadi korban. Kebijakan zero burning harus diterapkan dengan sanksi hukum yang tegas," katanya.

Dia menambahkan, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan, total luas kebakaran lahan dan hutan pada 2015 mencapai 1,7 juta hektar.

Sementara, data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, angka kerugian akibat kebakaran hutan dan lahan sepanjang 2015 melampaui Rp20 triliun.

Dalam UU No 32 Tahun 2009 pasal 69 ayat (1) setiap orang dilarang; (h) melakukan pembukaan lahan secara dibakar. Ayat (2) dalam pasal yang sama menyebutkan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h memperlihatkan dengan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing- masing.

Sementara, di bagian penjelasan (UU RI No 32/2009) menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan kearifan lokal pada pasal 69 ayat (2) adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal 2 hektar per-kepala keluarga untuk ditanami jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015