... suara sama halnya dengan sidik jari dan ilmu forensik lain, yang dapat diidentifikasi lewat analisa visual gelombang suara dan spektrum, serta keterampilan mendengar secara kritis...
Jakarta (ANTARA News) - Rekaman suara semakin banyak digunakan dalam sidang sebagai alat bukti utama pada sebuah kasus. Lantas, bagaimana cara membuktikan keaslian dari rekaman audio?

Ini menjadi relevan saat rekaman pembicaraan tiga pihak, Ketua DPR, Setya Novanto, Direktur Utama PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, dan pengusaha, M Riza Chalid, menjadi wacana politik nasional. 

Dugaan pelanggaran etika kepada Novanto mengemuka kental, dan hari ini Mahkamah Kehormatan Dewan DPR menggelar sidang hari kedua. Rekaman audio --aslinya dari telefon genggam Sjamsoeddin-- diperdengarkan ke publik lengkap dengan salinannya. 

Adalah Sjamsoeddin yang mengaku berinisiatif merekam pembicaraan mereka bertiga (Novanto, dia, dan Riza; yang disebut-sebut upaya Novanto mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden, Jusuf Kalla). 

Tentang keaslian rekaman audio ini, ahli forensik audio, Edwar J Primeau, yang dilansir dari laman Expert Pages, Kamis, mengatakan, pembuktian rekaman suara membutuhkan ahli forensik audio berpengalaman untuk meninjau dan memvalidasi rekaman.

Ia menjelaskan, suara sama halnya dengan sidik jari dan ilmu forensik lain, yang dapat diidentifikasi lewat analisa visual gelombang suara dan spektrum, serta keterampilan mendengar secara kritis.

Langkah pertama yang dilakukan dalam forensik audio adalah mempelajari sedalam mungkin tentang rekaman tersebut, yang mencakup proses pembuatan, orang yang membuat, serta mesin yang terlibat dalam proses perekamannya.

Kemudian, dengan bantuan pengadilan atau pengacara, Primeau mengatakan, analis dapat membuat sampel suara orang yang dimaksud guna membandingkan karakteristik secara visual, elektronik dan pendengaran (auditory).

Saat membandingkan sampel kata yang diidentifikasi, ia mendasarkan proses tersebut pada informasi historis yang dipelajari dari komunitas ilmiah, laboratorium kejahatan milik polisi, ahli forensik lain, desainer dan pengembang peralatan elektronik, serta perangkat lunak program pengujian.

Proses tersebut membutuhkan pemeriksaan setiap aspek kata yang diucapkan secara visual, elektronik dan pendengaran, yang berarti tidak hanya secara patologi.

Ahli forensik audio dengan pengalaman lebih dari 30 tahun itu mengatakan, cara kata mengalir, jeda antara kata dan cara kata dibentuk oleh mulut dan laring dapat diukur menggunakan tiga ilmu.

Kunci utama dalam identifikasi kata juga berkaitan erat dengan keterampilan mendengar secara kritis saat memeriksa rekaman suara. Kebisingan lantai dan pengukuran elektronik berbicara dan suara yang terdengar di rekaman, juga harus dipertimbangkan dan diukur.

Prosedur forensik membutuhkan pemeriksaan yang telaten dari semua karakter bukti audio dan mengikuti semua prosedur yang ditetapkan komunitas ilmiah.

Prosedur ilmiah tersebut dimulai dengan analisa kualitas rekaman audio. Hal ini penting untuk menentukan apakah kualitas rekaman yang dimaksud dapat diterima dan diteliti.

Terkadang, ahli audio forensik juga perlu menerapkan equalizer atau proses destruktif audio lain untuk mengurangi kebisingan suara latar belakang yang dapat mengganggu pemeriksaan forensik.

Ahli juga harus memastikan rekaman audio cukup panjang untuk melakukan pengujian forensik. Primeau mengatakan, bukti audio atau sampel suara harus lebih dari 30 detik.

Forensik Audio sendiri pernah dianggap sebagai ilmu sampah oleh beberapa orang, namun setelah 25 tahun meneliti, mengedit dan mengklarifiasi rekaman audio, Primeau membuktikan identifikasi suara memiliki manfaat besar bagi pengadilan, lembaga penegakan hukum dan bisnis.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015