Denpasar (ANTARA News) - Ketua Badan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI Ahmad Basarah melihat bangsa Indonesia saat ini mengalami disorientasi kehidupan berbangsa dan bernegara di semua tingkatan.

"Hal ini terjadi karena setelah era reformasi, negara tidak fokus membangun berbangsa dan bernegara kepada bangsa Indonesia," kata Ahmad Basarah di Denpasar, Bali, Kamis, usai penutupan rapat evaluasi Badan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI.

Menurut Basarah, setelah era reformasi salah satu dampak negatif yang dihadapi bangsa Indonesia adalah tercerabutnya Pancasila dari bumi Indonesia.  Sejak itu, kata dia, Pancasila mulai ditinggalkan masyarakat karena dianggap sebagai upaya pemerintahan orde baru untuk melanggengkan kekuasaan.

Akibat tercerabutnya Pancasila dari kehidupan masyarakat, menurut dia, mulai terasa akibatnya, yakni masyarakat mengalami disorientasi kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Mereka berjalan sendiri-sendiri, dan membawa kepentingannya masing-masing, dengan mengabaikan kepentingan bangsa dan negara," katanya.

Pada kesempatan lain, pengamat politik Yudi Latif mengatakan setelah 70 tahun Pancasila hadir sebagai dasar dan haluan kenegaraan, langit kejiawaan bangsa ini lebih diliputi awan tebal pesimisme, ketimbang cahaya optimisme.

Yudi Latif saat bedah buku Revolusi Pancasila karangannya yang diadakan oleh Lembaga Administrasi Negara, di Jakarta, Kamis, mengatakan Pancasila sesungguhnya bisa memberikan landasan visi transformasi sosial yang holistik dan antisipatif.

Ia mengatakan untuk mengatasi krisis multidimensional yang melanda bangsa ini, imperatif Pancasila menghendaki adanya perubahan mendasar secara akseleratif, yang melibatkan revolusi material, mental kultural dan politikal.

Revolusi (basis) material diarahkan untuk menciptakan perekonomian merdeka yang berkeadilan dan berkemakmuran, berlandaskan usaha tolong menolong (gotong royong) dan penguasaan negara atas cabang-cabang produksi yang penting yang menguasai hajat hidup orang banyak, serta atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, seraya memberi peluang bagi hak milik pribadi dengan fungsi sosial.

Revolusi (superstruktural) mental-kultural diarahkan untuk menciptakan masyarakat religius yang berprikemanusiaan, yang egaliter mandiri, amanah dan terbebas dari berhala materialisme-hedonisme, serta sanggup menjalin persatuan dengan semangat pelayanan.

Revolusi (agensi) politikal diarahkan untuk menciptakan agen perubahan dalam bentuk integrasi kekuatan nasional melalui demokrasi permusyawaratan yang berorientasi persatuan (negara kekeluargaan) dan keadilan (negara kesejahteraan), dengana pemerintahan negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehiduan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan perdamaian dan keadilan.

Ketiga revolusi itu, katanya, bisa dibedakan tapi tak dapat dipisahkan.

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015