Kairo (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia secara intensif melancarkan lobi kepada negara-negara Afrika dan negara-negara sahabat lainnya untuk mendukung keanggotaan RI dalam Dewan (Council) Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization/ICAO) masa bakti 2016-2019.

Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Dwisuryo Indroyono Soesilo saat ini memimpin delegasi Indonesia untuk menghadiri Pertemuan Komisi Penerbangan Sipil Afrika ke-25 yang digelar di Kairo, Mesir.

"Kehadiran Indonesia dalam Pertemuan Komisi Penerbangan Sipil Afrika yang beranggotakan 54 negara ini merupakan bagian dari upaya kita untuk melancarkan lobi guna menarik dukungan bagi keanggotaan Dewan ICAO mendatang," kata Indroyono dalam perbincangan dengan ANTARA Kairo di sela pertemuan tersebut, Selasa.

Bulan lalu, Indroyono Soesilo juga memimpin delegasi Indonesia untuk menghadiri forum penerbangan Internasional dalam acara ICAO World Aviation Forum (IWAF) di Montreal, Kanada yang berlangsung pada 23-25 November 2015.

Menurut Indroyono, dalam pertemuan tersebut selain membahas perkembangan terkini dunia penerbangan internasional serta berbagi pengalaman dengan negara-negara anggota ICAO, delegasi Indonesia juga menggunakan kesempatan untuk melobi negara-negara sahabat.

Indroyono yang juga mantan Direktur Badan PBB untuk Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO) menyatakan bahwa Kementerian Perhubungan bekerja sama intensif dengan Kementerian Luar Negeri untuk keanggotaan Dewan ICAO tersebut.

Pernyataan senada diutarakan Kepala Pelaksana Fungsi Ekonomi KBRI Kairo, Meri Binsar Simorangkir, yang mendampingi delegasi pimpinan Indroyono.

"Kemenlu dan Kementerian Perhubungan saat ini memang all out melancarkan lobi untuk menggolkan Indonesia dalam anggota Dewan ICAO," ujar diplomat muda energik itu.

Pemilihan anggota Dewan ICAO dijadwalkan akan digelar pada September 2016 mendatang.

ICAO merupakan organisasi di bawah PBB yang berfokus pada keselamatan penerbangan sipil dan beranggotakan 191 negara.

Dari jumlah anggota ICAO tersebut, hanya 36 negara anggota Dewan yang berhak berpartisipasi dalam pertemuan Komisi Teknis guna membahas peraturan baru yang dirumuskan ICAO.

Jumlah 36 anggota Dewan ICAO itu terbagi dalam tiga bagian sebagai kelompok negara anggota Dewan berdasarkan posisi geografis ruang udara negaranya yang strategis.

Pembagian posisi terebut terdiri atas, bagian pertama, negara yang memiliki kepentingan utama dalam transportasi udara.

Bagian kedua, negara yang memberikan kontribusi terbesar terhadap penyediaan fasilitas sipil navigasi udara internasional. Dan bagian ketiga adalah negara representasi geografis di transportasi udara.

Anggota Dewan bagian pertama, mencakup Australia, Brazil, Kanada, Tiongkok, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat.

Bagian kedua, terdiri atas Argentina, Mesir, India, Meksiko, Nigeria, Norwegia, Portugal, Arab Saudi, Singapura, Afrika Selatan, Spanyol, dan Venezuela.

Dan bagian ketiga, mencakup Bolivia, Burkina Faso, Kamerun, Cile, Republik Dominika, Kenya, Libya, Malaysia, Nikaragua, Polandia, Republik Korea, Uni Emirat Arab, dan Tanzania.

Anggota dewan ICAO dipilih setiap tiga tahun sekali melalui pemungutan suara secara rahasia dalam sidang anggota Dewan.

Pemilihan sebelumnya dalam Sidang Majelis ICAO ke-38 pada September 2013 di Kanada, Indonesia kalah dari Malaysia yang posisi jumlah suaranya persis di atas Negeri Jiran itu dengan perolehan 128 suara.

Indroyono optimistis Indonesia akan mampu menjadi anggota Dewan ICAO dengan memperbaiki peraturan dalam beberapa bulan ke depan, khususnya yang berkaitan dengan aspek keselamatan dan keamanan penerbangan.

"Bila Indonesia lolos menjadi anggota Dewan ICAO, maka kita dapat berpartisipasi aktif dan berkontribusi untuk menentukan kebijakan penerbangan sipil internasional," katanya.

Diutarakannya, Indonesia sangat layak menjadi anggota Dewan ICAO karena posisi geografisnya yang mengontrol empat rute regional utama dari total sembilan rute utama di dunia.

Selain itu, mengutip data Bank Dunia, Indroyono menekankan bahwa Indonesia juga menempati peringkat kedelapan ihwal jumlah penumpang udara selama kurun 2011-2015.

Bahkan, tuturnya, berdasarkan data Dewan Bandara Internasional (Airport International Council/AIC), Bandara Soekarno-Hatta Jakarta berada di peringkat ke-12 sebagai bandara tersibuk di dunia pada 2014.

Peringkat tersebut berdasarkan pada Indonesia memiliki 1.200 pesawat dari semua jenis dan telah memungkinkan perusahaan pesawat seperti Airbus untuk beroperasi.

"Dari fakta-fakta ini, sesungguhnya Indonesia sangat layak menjadi anggota Dewan ICAO," papar Indroyono optimistis.

Sejauh ini, Indonesia selalu gagal menjadi anggota Dewan sepanjang lima kali secara berturut-turut, mulai dari Sidang Umum ICAO pada 2001, 2004, 2007, 2010, 2013.

Indroyono mencoba mengidentifikasi faktor kegagalan demi kegagalan Indonesia merebut posisi anggota Dewan ICAO tersebut.

Menurut dia, faktor yang menjadi penyebabnya yang dapat digeneralisir dalam dua kelompok besar, yaitu internal dan external.

"Faktor internal, menyangkut dukungan kebijakan seutuhnya yang berasal dari institusi yang terkait langsung, dan ini merupakan faktor klasik karena memang terus terjadi sejak lama," paparnya.

"Adapun faktor eksternal, menyangkut pengakuan negara-negara di luar Indonesia, baik sebagai anggota Dewan atau perwakilan di ICAO dalam kaitaannya dengan gambaran kondisi keselamatan penerbangan di Indonesia".

Pewarta: Munawar S Makyanie
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015