Saya juga sudah berkoordinasi dengan Dirjen Pertambangan Kementerian ESDM dan akan melaporkan masalah ini kepada Presiden Jokowi."
Samarinda (ANTARA News) - Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak menutup sementara operasional 10 perusahaan tambang batu bara yang menelantarkan lubang galian bekas tambang tanpa ada upaya reklamasi, sehingga mengancam keselamatan jiwa masyarakat.

Instruksi penutupan perusahaan tambang batu bara itu disampaikan Awang Faroek Ishak dalam konferensi pers di Lamin Etam, Kantor Gubernur Kaltim di Samarinda, Kamis malam.

Langkah tegas itu diambil hanya berselang sehari setelah peristiwa tewasnya seorang remaja bernama Mulyadi (15 tahun), pelajar SMK Geologi Pertambangan, Tenggarong, Kutai Kartanegara, di salah satu kolam bekas galian tambang batu bara yang diketahui milik PT Multi Harapan Utama pada Rabu (16/12).

"Sebagai gubernur, saya sangat prihatin dan hampir menangis ketika mendapatkan laporan soal kejadian itu," kata Awang Faroek.

Menurut data Pemerintah Provinsi Kaltim, Mulyadi merupakan korban ke-14 yang tewas di kolam bekas galian tambang batu bara dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Dari ke-14 korban tersebut, sebanyak 13 orang yang sebagian besar masih berusia anak-anak meninggal di kolam bekas tambang di Kota Samarinda, sementara satu korban lainnya (Mulyadi) peristiwanya terjadi di wilayah Kutai Kartanegara.

Beberapa saat setelah mendapat laporan tewasnya Mulyadi dari LSM Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Awang Faroek langsung memerintahkan Kepala Distamben Kaltim Amrullah dan Penjabat Bupati Kutai Kartanegara Chairil Anwar serta kepolisian untuk mengecek langsung ke lapangan.

"Jadi, sampai sekarang jumlah korban sudah 14 orang dan saya tidak mau ada korban lagi. Jatam dan berbagai elemen masyarakat telah meminta saya untuk segera mengambil tindakan tegas agar peristiwa serupa tidak terulang kembali," ujar Gubernur.

Menurut ia, Pemprov Kaltim memiliki dasar hukum yang kuat untuk menutup operasional 10 perusahaan tambang batu bara tersebut, antara lain UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

"Saya juga sudah berkoordinasi dengan Dirjen Pertambangan Kementerian ESDM dan akan melaporkan masalah ini kepada Presiden Jokowi," ujarnya.

Secara terpisah, Dinamisator Jatam Kaltim Merah Johansyah mengungkapkan Mulyadi merupakan korban ke-18 yang meninggal di kolam bekas galian tambang, dengan rincian 13 orang peristiwanya terjadi di Samarinda dan lima orang di Kutai Kartanegara.

"Sebanyak 13 korban di Samarinda itu kejadiannya tercatat sejak 2011 hingga 2015, sedangkan lima korban yang di Kutai Kartanegara peristiwanya sejak 2010 hingga 2015, termasuk korban terakhir bernama Mulyadi," kata Johansyah.

Pewarta: Didik Kusbiantoro
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015