Jakarta (ANTARA News) - Setelah terjadi banjir yang menggenangi 70 persen wilayah Jakarta awal Februari 2007, Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan DKI Jakarta akan memperketat aturan yang mengharuskan adanya sumur resapan di setiap rumah penduduk sebagai usaha mengurangi ancaman banjir di ibukota. "Dari peristiwa banjir ini kami akan lebih ketat menerapkan peraturan ini, salah satunya adalah dengan mengambil sampel di lapangan," kata Kepala Dinas P2B DKI Jakarta Hary Sasongko di Jakarta, Senin. Dipaparkannya pada 2007 pihaknya akan melakukan sosialisasi lebih intensif kepada masyarakat sehingga keberadaan sumur resapan di setiap rumah bukan lagi menjadi beban, melainkan menjadi kebutuhan. "Peraturan yang mewajibkan bangunan lama memiliki sumur resapan ada pada Peraturan Gubernur nomor 68 tahun 2005, peraturan itu merupakan revisi dari Peraturan Gubernur nomor 115 tahun 2001," katanya. Dalam peraturan gubernur yang lama, setiap rumah berukuran 50 meter persegi harus memiliki dua meter sumur resapan. Namun pada peraturan yang baru, tidak hanya rumah namun semua bangunan yang menutup permukaan tanah dikenakan ketentuan itu. Dalam Pergub nomor 68 tahun 2005 tersebut juga disebutkan bahwa setiap pemilik bangunan dengan luas 5.000 meter persegi diwajibkan mengalokasikan satu persen lahannya sebesar 500 meter persegi untuk danau resapan. Pergub tersebut juga berlaku surut dalam arti semua rumah atau bangunan, baik baru maupun lama, harus mematuhi ketentuan tersebut. "Sejak 2001 hingga sekarang terdapat 29.023 sumur resapan yang tersebar di lima wilayah DKI Jakarta kecuali Jakarta Utara karena kualitasnya kurang baik," tutur Hary. Oleh karena itu Hary berjanji untuk mengintensifkan pengawasan dan sosialisasi sumur resapan tersebut termasuk dengan melakukan audit terhadap pengembang perumahan, sayangnya ia belum dapat memastikan kapan pelaksanaan audit tersebut. Sementara itu Ketua DPD REI DKI Jakarta Tulus Santoso menyatakan keberadaan sumur resapan memang salah satu syarat bagi pengembang pada saat hendak mengajukan ijin pembangunan perumahan. Namun demikian ia memaparkan hal tersebut bukanlah aturan yang dikeluarkan oleh REI sehingga pihaknya tidak dapat menekan pengembang untuk memenuhi hal tersebut. "Saya kira itu prosedur perizinan dari Pemprov DKI, itu bukan kewajiban dari REI, perizinan memang mewajibkan hal tersebut ada," katanya. Dari data Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta saat terjadi banjir besar di ibukota pada awal Februari 2007, di Jakarta Barat terdapat 32 kelurahan yang tergenang dengan luas 119 hektar, di Jakarta Pusat empat kelurahan dengan luas daerah tergenang 20 hektar. Sementara di Jakarta Selatan terdapat 45 kelurahan dengan luas daerah tergenang enam hektar, Jakarta Utara terdapat 31 kelurahan terendam air dengan luas daerah 552 hektar dan Jakarta Timur 45 kelurahan tergenang dengan luas genangan 118 hektar. Selain itu akibat banjir sejumlah 350 ruas jalan seluas 1,03 juta meter persegi di Jakarta mengalami kerusakan ringan dengan kerugian Rp169,7 miliar. Jalur busway mengalami kerusakan juga dengan kerugian Rp20 miliar, jembatan sebanyak dua unit dengan luas 805 meter persegi rusak ringan dan kerugian mencapai Rp6,4 miliar sedangkan jembatan gantung rusak satu unit dengan luas 135 meter persegi dan kerugian mencapai Rp2,5 miliar. Sehingga kerugian untuk bidang jembatan mencapai Rp198,6 miliar dan untuk bidang sarana air Rp124,4 miliar akibat banjir yang merendam 70 persen wilayah Jakarta selama beberapa hari tersebut.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007