Jakarta (ANTARA News) - Penanganan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia diperkirakan membutuhkan dana sekira Rp600 miliar, kata Masnellyarti Hilman, Deputi III Bidang Peningkatan Konservasi dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Di mengatakan di Jakarta, Kamis, dana tersebut separuhnya telah diambil dari APBN dan disalurkan lewat pos departemen serta kementerian negara yang terkait, yaitu Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian, dan Kementerian Lingkungan Hidup. "Sementara separuhnya lagi akan kita peroleh lewat bantuan negara lain dan lembaga donor, yang telah menyatakan komitmen untuk membantu," kata Masnellyarti yang biasa disapa Nelly. Dia menjelaskan, dana Rp600 miliar tersebut akan digunakan untuk tahapan pencegahan, perbaikan, dan pelestarian hutan serta lahan Indonesia. Dana itu akan membiayai sosialisasi pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang disebabkan oleh pembukaan lahan baru, dan sebagian dari dana itu akan dimanfaatkan untuk mengubah pola tanam masyarakat. Pengubahan pola tanam masyarakat juga harus disertai dengan alternatif, salah satunya dengan pembuatan kompos sehingga ketika masyarakat membuka lahan mereka tidak lagi "potong dan bakar" tetapi "potong dan (jadikan) kompos", kata Nelly. Seperti halnya yang telah mulai dipraktikkan di Provinsi Riau, katanya, masyarakat kini digiatkan membuka lahan kemudian membuat kompos dengan alat-alat pencacah yang diberikan oleh pemerintah. "Dana penanganan ini juga akan diberikan lewat insentif Departemen Pertanian yang akan memberikan pupuk serta bibit gratis bila masyarakat membuka lahan tidak dengan cara membakar," katanya. Sementara Manggala Agni (satuan peduli api) di tingkat pemerintah daerah dan yang lebih rendah, juga akan didanai agar kapasitas mereka meningkat, tambah Nelly. Selain pencegahan, ia juga mengakui unsur pengawasan sangatlah penting dalam upaya penanganan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. "Mulai bulan Juni tahun ini KLH bekerjasama dengan pemerintah daerah akan mengidentifikasi peralatan pengawasan kebakaran milik perusahaan-perusahaan yang berada dekat dengan kawasan hutan dan lahan," katanya. Perusahaan-perusahaan yang berada dekat dengan hutan dan lahan, menurut Nelly, memang diwajibkan oleh Undang-undang (UU) agar memiliki peralatan pemantau atau pengawas semacam menara pemantau sehingga bila terjadi kebakaran maka dengan segera dapat diketahui dan dipadamkan. Alat pemantau cuaca dan kadar udara juga sangat diperlukan supaya dengan cermat bisa diketahui tingkat pencemaran akibat asap kebakaran hutan dan lahan. "Bila kita memiliki lebih banyak stasiun pemantauan cuaca dan kualitas udara, kita bisa dengan lebih cepat mengetahui apa yang harus dilakukan dan kemudian memberitahukan negara tetangga kapan asap tiba di wilayah mereka," kata Nelly. Dalam pertemuan internasional tentang rencana aksi Indonesia mengendalikan kebakaran hutan dan lahan gambut, Kamis, beberapa negara dan kelompok donor menyampaikan pengalaman kerja mereka di beberapa provinsi di Indonesia. Pernyataan kesediaan memberikan bantuan juga datang dari Bank Pembangunan Asia (ADB), yang berkantor pusat di Manila, Filipina, selain UNDP, Pemerintah Singapura, Brunei Darussalam, dan Perwakilan Uni Eropa. "Kita berharap semakin banyak bantuan teknis yang diberikan ke Indonesia, bagus kalau bisa tiap kabupaten dapat bantuan teknis sehingga kapasitas daerah bisa terus ditingkatkan untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan," demikian Nelly.(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007