Sidoarjo (ANTARA News) - PT Kereta Api Daerah Operasi VIII Surabaya akhirnya tidak mengoperasikan beberapa armadanya untuk daerah selatan dan timur Jawa setelah adanya aksi blokade jalur kereta api oleh warga Perum TAS I (korban lumpur Lapindo) pada Kamis (22/2) siang. Kereta Api (KA) yang tidak dijalankan ini antara lain KA Penataran (Blitar-Malang-Surabaya), KA Sri Tanjung (Banyuwangi-Surabaya), KA Logawa (Jember-Surabaya), Malang Express, dan KA Mutiara Timur yang lewat Porong. Humas PT Kereta Api Daops VIII Surabaya, Sudarsono dikonfirmasi, Jumat, mengemukakan, para calon penumpang KA ini diberi pengumuman di loket-loket di stasiun. Kapan KA dijalankan kembali, ia mengaku belum ada kepastian, karena menunggu situasi benar-benar kondusif. "PT KA tidak bisa berbuat banyak dan tidak akan memaksakan diri untuk melewati jalur KA di Porong, sampai kondisi benar-benar aman," ucapnya. Sementara untuk KA Komuter Surabaya-Sidoarjo, ia mengaku masih tetap operasional, karena tidak melewati jalur Porong, sedang untuk KA pengangkut BBM tujuan Depo Malang kini dialihkan lewat Kertosono. Kepala Stasiun Tanggulangin, Darmawan menyatakan, akibat penutupan jalur kereta api di kawasan Porong, beberapa kereta api kini tertahan di stasiun terdekat dan ribuan penumpang pun terpaksa terlantar di stasiun, baik stasiun Tanggulangin maupun stasiun Porong. Pihaknya hanya bisa menganjurkan kepada para penumpang untuk beralih angkutan. Selain blokade rel kereta api, dari pantauan di lapangan juga terlihat ada aksi blokade Jalan Raya Porong ataupun Jalan Tol Surabaya-Porong. Selain itu, warga juga memblokade jalan raya yang menghubungkan Sidoarjo dan Mojokerto. Bahkan, juga terjadi blokade di wilayah bundaran Waru dan Aloha, meskipun blokade itu akhirnya bisa dibubarkan oleh pihak keamanan. Blokade dilakukan karena pertemuan antara perwakilan warga Perum TAS I bersama Bupati Sidoarjo dan Gubernur Jatim di kediaman Gubenur Jatim di Surabaya, Jumat (23/2) pagi, tidak menghasilkan keputusan yang maksimal. Sementara itu, Gubernur Jawa Timur, H Imam Utomo menegaskan akan tetap memperjuangkan nasib warga Perum TAS I ke tingkat pusat hingga keinginan warga terpenuhi. Sebagaimana diketahui, warga Perum TAS I tetap menginginkan adanya pemberian ganti rugi dengan cash and carry. Demikian ditegaskan Imam Utomo saat mengadakan pertemuan dengan Pangdam V Brawijaya, Kapolda Jatim, Timnas PSLS, Bupati Sidoarjo, Ketua DPRD Sidoarjo, Lapindo Brantas Inc dan perwakilan warga Perum TAS I Porong Sidoarjo di kediaman Gubernur Jatim Jl Imam Bonjol Surabaya. Imam mengemukakan, berdasarkan pertemuan pihaknya bersama dengan Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro selaku Ketua Tim Pengarah Timnas PSLS bersama tim dari BTN (Bank Tabungan Negara) menyatakan bahwa wilayah Perum TAS I merupakan daerah yang layak untuk mendapatkan ganti rugi. Bentuk dan mekanisme ganti rugi yang telah disepakati dalam bentuk resetlement atau relokasi perumahan baru. Namun, ternyata warga menolak adanya model relokasi sebagaimana yang ditawarkan. Menurut Imam, ganti rugi berupa rumah baru dari pemerintah untuk warga Perum TAS akan dilakukan bersama BTN, karena sebagaian besar yang menempati Perum TAS I itu rumahnya belum lunas/masih kredit ke BTN, maka pemerintah memutuskan mengganti dengan membangunkan rumah baru di tempat lain yang sesuai dengan keadaannya. Kalau rencana pembangunan perumahan itu sudah disepakati, maka akan segera dilakukan penandatanganan antara pemerintah pusat dengan BTN dan Lapindo. "Tetapi dengan penolakan warga Perum TAS I, maka kesemuanya diserahkan kembali kepada pemerintah pusat," tuturnya seraya berharap, kepada warga korban lumpur panas Lapindo untuk tidak melakukan demo dan menutup jalan antara Surabaya-Porong. Ketua DPRD Sidoarjo, Arli Fauzi mengatakan, kalau masalah warga Perum TAS I dan sekitarnya yang sudah tenggelam lumpur panas tidak segera diselesaikan dan tetap melakukan demo menutup jalan, maka dampaknya akan merugikan pemakai jalan, dimana arus lalu lintas bisa terganggu dan perekonomian Jatim pun akan terkendala. Kapolda Jatim, Irjen Pol Herman Surjadi Sumawiredja mengemukkan, apabila dilihat dari sisi hukum, kejadian lumpur panas Lapindo di Sidoarjo merupakan kesalahan pengeboran. Dengan demikian, katanya, secara hukum pihak yang salah dalam pengeboran harus diadili dan perkaranya diputuskan di pengadilan. Pujiono (40) salah seorang perwakilan warga Perum TAS I menyatakan, keputusan pemerintah untuk mengganti rumah bagi warga Perum TAS I dengan membangunkan kembali rumah baru di tempat lain, warga merasa keberatan dan menolak usulan itu. Ia mengaku, Perum TAS I itu ada 6.200-an rumah tenggelam, dulunya merupakan wilayah yang menjadi pilihan masyarakat, karena letaknya yang strategis dan cocok untuk tempat usaha, mudah di akses ke mana-mana. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007