Jakarta (ANTARA News) - Para aktivis senior Kelompok Cipayung, di Jakarta, Senin, berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar berani menekan Singapura dalam mengembalikan mayoritas penguasaan saham atas beberapa aset vital negara, terutama Indosat. Rangkuman pernyataan itu, menurut kelompok tersebut, terinspirasi sebagaimana upaya maksimal para pimpinan junta militer Thailand mengambil alih kembali berbagai aset vital negaranya yang dijual mantan PM Thaksin Sinawatra ke Singapura. Empat aktivis mahasiswa itu, masing-masing Mantan Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Periode 2003-2005, Hasanuddin, Mantan Sekjen Presidium Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) 2003-2006, Donny Lumingas, Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) 2003-2006, Kenly Poluan, dan mantan Ketua Presidium DPP Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI) 2003-2006, Emmanuel Tular. "Kalau Jenderal Sonthi di Thailand yang baru muncul beberapa bulan terakhir ini sebagai salah satu pimpinan junta militer di sana berani bertindak mengambil alih kembali aset-aset vital negaranya seperti satelit yang dijual di era perdana menteri sebelumnya ke Singapura, maka bersama Jenderal (TNI Pur) Susilo Bambang Yudhoyono selaku pimpinan NKRI tentu juga bisa berbuat demikian. Kan motonya, bersama kita bisa," ungkap Donny. Emmanuel juga menilai, penjualan Indosat dan sejumlah aset vital negara lainnya (antara lain ke Singapura), benar-benar telah mendukacitakan mayoritas rakyat. "Itu harus diupayakan pengambilalihannya, dengan dipimpin Jenderal SBY selaku pimpinan tertinggi negara besar ini," kata Donny. Sementara itu, Kenly menilai apa yang dilakukan Jenderal Sonthi juga Jenderal Chaves di Amerika Latin (menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing, termasuk milik AS), merupakan contoh konkret menegakkan kewibawaan serta kedaultan (ekonomi) negara. "SBY paham benar tentang ini. Bahwa harga diri dan martabat bangsa kita jangan lagi digadaikan lewat transaksi yang tidak transparan, dan negeri kita menjadi wilayah jajahan kaum kapitalis asing," tandasnya. Jangan Serampangan Ketika dihubungi terpisah, Hasanuddin, berpendapat seharusnya bisa (proses pengambilalihan kembali berbagai aset vital negara, termasuk Indosat), cuma tidak boleh dilakukan serampangan. "Undang-undang (UU) investasi harus diamandemen dulu, dan dibuat ketentuan yang tegas tentang persentase kepemilikan swasta dan negara terhadap BUMN. Menurut ketentuan WTO dalam rangka liberalisasi, batas kepemilikan swasta terhadap BUMN dalam hal perbankan adalah 45 persen, bahkan UU Perbankan Amerika Serikat hanya membatasi 18 persen," ungkap Hasanuddin. (*)

Copyright © ANTARA 2007