Jadi, konsep GBHN (reaktivasi, red.) ini sudah dimunculkan, mulai dari Forum Rektor Indonesia (FRI) secara tertulis. Secara resmi, PDI Perjuangan juga mengajukan,"
Semarang (ANTARA News) - Ketua Badan Pengkajian (BP) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Sadono menyatakan masyarakat ingin diberlakukannya lagi konsep Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

"Jadi, konsep GBHN (reaktivasi, red.) ini sudah dimunculkan, mulai dari Forum Rektor Indonesia (FRI) secara tertulis. Secara resmi, PDI Perjuangan juga mengajukan," katanya di Semarang, Senin.

Hal itu diungkapkan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Jawa Tengah itu usai diskusi bertajuk "Penguatan DPD RI dan Reaktivasi GBHN" di Hotel Citra Dream yang diprakarsai DPD RI.

Dari hasil kajian BP MPR, kata mantan Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) tersebut, pengaktifan kembali GBHN ternyata mendapatkan respons masyarakat yang paling besar.

"Artinya, masyarakat memang menginginkan supaya ada panduan pembangunan yang terencana, seperti GBHN. Walau apapun namanya tidak menjadi masalah," kata pria kelahiran Blora, 30 Januari 1957 itu.

Konsep GBHN penting, kata dia, supaya bisa dirancang program pembangunan dalam jangka yang jauh.

Bahkan, pembangunan sampai 50-100 tahun ke depan bisa dirancang, kata Bambang, sebagaimana yang disampaikan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati.

"Pentingnya GBHN kembali diberlakukan. Pertama, supaya bisa dirancang (pembangunan, red.) dalam jangka yang jauh. Kemudian, agar ada keterpaduan dari pemerintah pusat sampai pemerintah daerah," katanya.

Ia menegaskan kebijakan pemerintah pusat dengan daerah tidak akan berbeda-beda jika konsep seperti GBHN diberlakukan.

Ketiga, kata dia, kebijakan pemerintaha satu dengan pemerintah lainnya ke depan juga akan tetap menyatu meski sudah berganti-ganti pemerintahan.

"Jangan sampai, kebijakan pemerintah satu dengan lainnya nanti tidak sama, misalnya soal guru. Pemerintah ke depan tidak bertanggung jawab karena beralasan itu keputusan pemerintahan yang lalu," pungkasnya.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016