Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menargetkan penyerapan dana sebesar Rp25 triliun-Rp30 triliun dari penerbitan sukuk negara ritel seri SR-008 yang baru diluncurkan untuk mendorong pengumpulan dana masyarakat dalam rangka pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja negara.

"Target kami Rp25 triliun-Rp30 triliun. Kalau demand (permintaan) tinggi akan kami upsize sampai Rp30 triliun," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis.

Robert menjelaskan penjualan sukuk ritel SR-008 ini telah mendapatkan permintaan dari agen penjual sebesar Rp43 triliun atau lebih tinggi dari target indikatif, dengan kemungkinan penambahan penerbitan sesuai kebutuhan.

Sukuk ritel SR-008 diterbitkan dengan akad Ijarah Asset to be Leased dengan underlying asset proyek atau kegiatan APBN 2016 serta barang milik negara berupa tanah maupun bangunan dengan tanggal penerbitan pada 10 Maret 2016.

Masa penawaran SR-008 yang memiliki tingkat kupon 8,3 persen per tahun ini berlangsung sejak 19 Februari hingga 4 Maret, dengan minimum pemesanan Rp5 juta dan maksimum sebesar Rp5 miliar.

Pembayaran imbalan SR-008 yang mempunyai tanggal jatuh tempo pada 10 Maret 2019 ini akan dilakukan setiap tanggal 10 setiap bulan dalam jumlah tetap dan pembayaran pertama kali dilakukan pada 10 April 2016.

Pemerintah juga telah menunjuk 26 agen penjual sukuk ritel SR-008, yang terdiri atas 20 bank dan enam perusahaan efek, dengan target penjualan adalah para investor baru yang ingin berinvestasi di instrumen obligasi ini.

Terkait penerbitan sukuk ritel SR-008 ini, Robert mengharapkan adanya penambahan partisipasi masyarakat dalam pembiayaan APBN untuk mengurangi kepemilikan asing 39 persen di instrumen Surat Utang Negara yang dapat diperdagangkan.

"Pesan pemerintah dari eksekusi penerbitan sukuk ritel tidak hanya sekedar pembiayaan dan kupon, tapi financial inclusion dengan adanya penambahan partisipasi masyarakat dalam pembiayaan APBN dan terlibat dalam pembangunan infrastruktur," katanya.

Robert menginginkan keterlibatan masyarakat atau investor domestik dalam porsi Surat Berharga Negara, terutama instrumen obligasi ritel, makin tinggi agar secara perlahan kepemilikan asing berkurang hingga kisaran 30 persen.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016