Jakarta (ANTARA News) - Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI Dwi Badarmanto, menegaskan, status kepemilikan Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, tidak pernah berubah dan sangat tidak mungkin beralih ke pihak sipil/swasta.

"Apabila ada isu yang menyatakan pangkalan udara Halim Perdanakusuma akan diambil alih pihak sipil/swasta, maka dipastikan itu tidak benar. TNI AU dan seluruh jajarannya masih berada di Lanud Halim Perdanakusuma," kata Kadispenau, di Jakarta, Kamis.

Sebelumnya diberitakan, pihak Lion Air telah memenangkan sengketa atas Bandara Halim Perdanakusuma di Mahkamah Agung (MA) melawan Koperasi TNI Angkatan Udara dan PT Angkasa Pura. Mahkamah Agung telah menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan PT Angkasa Pura II tentang pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma. Dengan putusan ini berarti hak kelola ada pada PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS) - Lion Air Group.

Menurut Dwi Badarmanto, kecemasan publik soal status wilayah Halim Perdanakusuma Jakarta yang kabarnya akan diambil alih pihak sipil/swasta paska masuknya PT. Air Transport Service (ATS) dalam pengelolaan bandara secara bersama dengan TNI AU, dalam hal ini Induk Koperasi TNI AU (Inkopau) merupakan hal yang wajar.

"Kecemasan itu justru menjadi indikator, betapa tingginya perhatian publik terhadap status wilayah Halim Perdanakusuma sebagai pangkalan militer. Artinya publik menginginkan status wilayah Halim Perdanakusuma Jakarta tetap sebagai instalasi militer dan jangan sampai dikuasai swasta/sipil," katanya.

Ia mengatakan, karena stasusnya sebagai civil inclave (sipil menumpang), maka pengelolaan Bandara Halim Perdanakusma dikerjasamakan antara TNI AU dengan PT Angkasa Pura (PAP), dan itupun hanya sebatas pengelolaan terminal (keberangkatan dan kedatangan penumpang) dan perparkiran (kendaraan dan pesawat).

"Kerja sama tersebut sudah berakhir 2003. Selanjutnya pengelolaan bandara dikembalikan sepenuhnya kepada TNI AU," tutur Dwi.

Namun, lanjut dia, karena UU penerbangan sipil masih mengamanatkan PAP dan Air NAV sebagai pihak yang menangani pengurusan dan pengaturan lalu lintas udara, maka keberadaan PAP masih tetap ada di Bandara Halim beserta aset-asetnya seperti gedung dan fasilitas lainnya.

Seiring meningkatnya penerbangan di bandara Halim Perdanakusuma, maka meningkat pula tuntuan akan pelayanan terminal dan perparkiran bandara yang lebih layak, dimana kondisi yang ada waktu itu terkesan semrawut dan jauh dari kesan nyaman layaknya bandara-bandara sipil yang dikelola sesuai aturan-aturan kebandaraan pada umumnya.

Oleh karena itu dibuatlah perjanjian kerja sama antara Inkopau dan PT ATS pada tahun 2005, terkait renovasi dan pembangunan terminal dan perparkiran di areal terminal selatan seluas 21 hektare.

"TNI AU tidak memiliki anggaran yang cukup untuk membangun terminal yang sesuai dengan tuntutan publik. Kerja sama hanya sebatas areal 21 hektare yang meliputi terminal dan parkir saja, kata Kadispenau.

Seandainya saat itu (2005) PAP II menjadi pihak yang mengajukan kerjasama, tentunya TNI AU akan lebih memilih PAP II sebagai partnernya.

Segala hal yang terkait dengan operasi pertahanan udara dan VVIP movement, tambah Dwi, tetap menjadi prioritas dan kendali TNI AU. Dengan demikian kerja sama yang dilakukan juga tidak akan mengambil alih fungsi-fungsi kebandaraan, seperti PAP, Air NAV, Imigrasi, Custom Service dan Aviation Security.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016