London (ANTARA News) - Indonesia masih tetap menjadi perhatian dunia dan sama pentingnya dengan China dan India, kata mantan Presiden RI, BJ Habibie dalam ceramahnya yang diadakan di Aula "Volkerkundenmuseum" Musium Negara Bagian Bayern, di Munich, Jerman, kemarin. Acara itu digagas oleh Gesellschft Fur Aussenpolitik E.V. sebuah organisasi nirlaba yang berdiri tahun 1948 bertujuan mempromosikan saling pengertian antar bangsa di bidang keamanan, ekonomi, budaya dan hak asasi manusia, terutama yang terkait dengan Jerman. Panitia penyelenggara seminar Ahyahudin Sodri kepada ANTARA News, Kamis mengatakan BJ Habibie menyampaikan ceramahnya dengan judul " Indonesien im Umbruch" yang dalam bahasa Indonesiakan berarti "Indonesia dalam Perubahan". Diawal presentasi, Habibie mengatakan ia menerima e-mail dari putranya Ilham, dan mendapatkan pertanyaan, "Apakah yang masih bisa dilakukannya untuk mempromisikan Indonesia kepada khalayak Jerman" Habibie setuju untuk menyampaikan pandanganya dan menjadi pembicara malam ini. Menurut Ahyahudin Sodri, Habibie masih tetap menjadi daya tarik dengan banyaknya pengunjung warga Jerman dibandingkan Indonesia, yang memenuhi seluruh kursi tersedia, bahkan banyak yang rela berdiri untuk mendengarkan ceramah Habibie. Dengan gayanya yang khas dan energik, Habibie memaparkan data-data yang menunjukan Indonesia setelah 1998 mengalami banyak perubahan dibandingkan dengan sebelum 1998. Demokrasi, kebebasan pers, standard hak asasi manusia adalah sekian contoh keberhasilan Indonesia untuk menjadi lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, ujarnya. Menyinggung tentang pemilihan presiden pada tahun 2004 yang dilakukan secara langsung, Habibie menekankan bahwa Indonesia adalah negara "sekuler" berpenduduk muslim terbesar di dunia yang berhasil melaksanakan demokrasi modern. Malam itu Habibie menyitir istilah populer "No free lunch", yang dalam kontek membangun demokrasi di Indonesia adalah harus dibayar dengan pekerjaan rumah yang masih belum selesai: kemiskinan, pengangguran dan laju pembangunan ekonomi yang masih tersendat-sendat. Namun Habibie juga menekankan, dengan menampilkan data-data statistik dari Biro Pusat Statistik (BPS) dalam 10 tahun terakhir dimana angka GDP, pendapatan per kapita, investasi lokal dan asing, Indonesia adalah sama pentingnya dengan China dan India yang sekarang menjadi pusat perhatian dunia. "Indonesia belum pantas dikatakan hilang dari politik dunia", begitu Habibie menegaskan. Dengan gaya bicaranya yang lantang dan diselingi dengan humor-humor yang segar, presentasi selama 1,5 jam lebih terasa berjalan dengan cepat. Di sesi tanya jawab yang berdurasi hampir sejam, Habibie dengan tangkas menjawab setiap pertanyaan seputar masalah teknologi, kemerdekaan Timor-Timor, angka kemiskinan, potensi sumber alam/enegi Indonesia dan matinya project N-250. Menghadapi pertanyaan peserta yang kritis, Habibie tetap memberikan jawaban yang jelas dan tidak segan-segan untuk menghargai pendapat si penanya, meski dia berbeda pendapat. Habibie tidak hanya bisa mengatakan bahwa ia meletakan dasar-dasar demokrasi di Indonesia dalam masa kepersidenanya yang singkat, tapi dia juga bisa menunjukan cara bertanya jawab yang demokratis.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007