Pemberian vaksin bisa membentengi anak dari penyakit-penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi, mencegah kematian dua juta sampai tiga juta kematian bayi dan anak setiap tahun menurut Organisasi Kesehatan Dunia.

Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mencanangkan Pekan Imunisasi Dunia setiap tahun untuk memastikan semua anak tanpa kecuali mendapatkan imunisasi.

Di Indonesia, tahun ini Pekan Imunisasi Dunia 2016 dilaksanakan di berbagai daerah dengan fokus utama untuk mengurangi kesenjangan cakupan imunisasi antar-daerah.

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia Dr dr Amman Bhakti Pulungan, Sp.A (K) mengatakan bahwa di Indonesia, kesiapan infrastruktur pendukung pemberian imunisasi yang belum merata di seluruh daerah masih menjadi masalah dalam upaya peningkatan cakupan cakupan imunisasi.

Ia mencontohkan, Yogyakarta cakupan imunisasinya bisa mencapai 90 persen sementara di Papua baru 20 persen.

Kesenjangan ini menjadi tantangan untuk meningkatkan ketahanan anak Indonesia terhadap penyakit dam kualitas kesehatan mereka.

Aman mengatakan Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan pemangku kepentingan lainnya bekerja sama untuk mengatasi tantangan itu.


Rencana Aksi Vaksin

Tahun 2012 Majelis Kesehatan Dunia mengesahkan rencana aksi vaksin global (Global Vaccine Action Plan) yang merupakan sebuah komitmen untuk memastikan tidak ada seorang anak pun yang tidak diimunisasi.

Sayangnya hingga empat tahun pencanangan program itu pemberian vaksin untuk mencegah penyakit-penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi belum juga merata. Kesenjangan masih ada. Capaian belum sesuai target yang diharapkan.

Menurut WHO, ada 65 dari 194 negara anggotanya yang 2014 cakupan imunisasi difteri, pertusis dan tetanusnya di bawah target global yang dicanangkan 90 persen.

Di seluruh dunia, menurut WHO, 60 persen anak yang hidup tanpa vaksinasi terdapat di sepuluh negara antara lain Pakistan, Afrika Selatan, Kongo, Ethiopia, Filipina dan juga Indonesia.

Pada Pekan Imunisasi Dunia 2016, WHO mendorong upaya untuk memperkecil kesenjangan jumlah anak yang diimunisasi, antara lain mendorong peningkatan cakupan imunisasi polio untuk negara di kawasan Afrika.

Sementara untuk Amerika Selatan, khususnya Brasil yang tahun ini menjadi tuan rumah Olimpiade Rio 2016, organisasi itu mendorong agar pengunjung yang menyaksikan perhelatan olahraga akbar itu sudah mendapatkan imunisasi.

Dan Eropa memperkuat upaya membebaskan kawasan dari campak dan rubela seperti yang terjadi di Amerika.

Menurut WHO, saat ini di seluruh dunia 85 persen bayi telah mendapatkan imunisasi namun masih ada 18,7 juta anak yang tidak mendapatkan vaksinasi, 3,2 juta di antaranya hidup di daerah konflik, berstatus pengungsi atau kelompok masyarakat yang terpaksa pindah dari sebuah negara atau daerah.

Organisasi kesehatan dunia itu memandang penting keterlibatan komunitas dan peningkatan kemudahan akses untuk penduduk di daerah terpencil untuk meningkatkan cakupan imunisasi selain sistem kesehatan yang kokoh dan kepastian adanya akses vaksin kapanpun dan dimanapun.


Tantangan di Indonesia

Direktur Jenderal Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Kementerian Kesehatan Dr H.MOhamad Subuh MPPM saat memberikan sambutan dalam peringatan Pekan Imunisasi Dunia 2016 di Bandung akhir pekan lalu mengatakan berdasarkan data Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) 2015, hingga April 2016 cakupan imunisasi mencapai 86,2 persen dan akan ditingkatkan hingga 93 persen.

Program Universal Child Immunization (UCI), imunisasi dasar secara lengkap pada bayi (0-11 bulan), di pedesaan Indonesia rata-rata cakupannya 80 persen dan akan ditingkatkan hingga mencapai 92 persen pada 2019.

"Di tingkat nasional, kita mengharapkan target imunisasi dasar lengkap 91,5 persen dan UCI desa 86 persen di akhir 2016," kata Subuh.

Ketua Satuan Tugas Imunisasi IDAI DR.dr.Cissy B Kartasasmita Sp.A(K) dalam paparannya pada seminar terkait Pekan Imunisasi Dunia 2016 menyebutkan banyak penyakit yang dapat dicegah penularannya melalui pemberian imunisasi. Hepatitis, difteri, tetanus, pertusis atau batuk rejan termasuk di antaranya.

Selain polio dan hepatitis A, campak dan gondongan serta campak Jerman juga dapat dicegah dengan pemberian imunisasi pada bayi dan anak dalam waktu tertentu.

Cissy mengatakan salah satu cara yang efektif untuk mendorong keberhasilan pemberian imunisasi secara menyeluruh pada bayi, anak-anak dan remaja di Indonesia melalui sosialisasi, pemberian informasi yang komprehensif dan juga pendekatan terhadap masyarakat.

Masih banyak masyarakat atau orang tua yang tidak memandang imunisasi sebagai salah satu kebutuhan kesehatan keluarga mereka.

Ada pula yang masih menentang pemberian vaksin dengan berbagai alasan termasuk juga alasan ekonomi meski pengobatan penyakit-penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi jelas lebih mahal dibanding biaya imunisasi.

Hal itu antara lain terjadi karena adanya kelemahan dalam pola komunikasi antara pemangku kepentingan dengan masyarakat yang membuat pesan-pesan kesehatan terkait imunisasi tidak sampai ke mereka.

"Kurangnya keahlian komunikasi pada petugas kesehatan, pemimpin masyarakat dan pembuat kebijakan menjadi hambatan," ujar Cissy.

Di Indonesia untuk mendorong cakupan anak yang mendapatkan imunisasi sejak dekade 1970an sudah ada program pengembangan imunisasi. Melalui program ini ada sejumlah vaksin yang bisa didapatkan secara gratis dan dijamin pembiayaannya oleh pemerintah.

Sejumlah vaksin yang masuk dalam program ini antara lain BCG, Polio Oral, DTP dan Campak.

Cissy menjelaskan cakupan imunisasi merupakan salah satu hal penting yang perlu dipenuhi pemerataannya di Indonesia agar kualitas kesehatan anak Indonesia semakin baik.

Pada 2013, menurut dia, cakupan imunisiasi BCG masih 87,6 persen secara rata-rata nasional, DTP3 75,56 persen, Hepatitis B3 75,6 persen, Campak 82,1 persen.

Itu menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran semua pihak guna memastikan seluruh anak Indonesia terlindungi imunisasi.

Oleh Panca Hari Prabowo
Editor: Copywriter
Copyright © ANTARA 2016