Jakarta (ANTARA News) - Pembawa acara Ferdi Hasan prihatin terhadap kasus pelecehan seksual yang menimpa anak-anak.

Ayah tiga orang anak ini juga berbagi pengalaman tentang cara memberikan pendidikan seksual bagi anak-anaknya. Berikut perbincangannya bersama Antaranews.com beberapa waktu lalu.

Komentarnya soal kasus pelecehan seksual yang marak terjadi pada anak?
Itu yang namanya pelecehan seksual bisa terjadi dimana saja. Tapi yang sangat memilukan belakangan ini pelecehan itu terjadi pada anak-anak, bahkan pelakunya juga anak-anak.

Negara perlu mengambil suatu sikap dan memikirkan secara serius, baik itu untuk hukuman, supaya ada efek jera, baik untuk anak-anak yang memerlukan tempat mengadu. Karena yang kita dengar saja sudah segitu banyak, berapa yang kita enggak dengar?! Karena mereka tidak berani mengadukannya.

Kemarin sore saya baru bertemu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anis Baswedan, di sekolah-sekolah sekarang sudah ada gugus sekolah, di mana mereka bisa mengadu dan merasa aman di sekolah. Itu merupakan salah satu upaya dan tindakan negara untuk melindungi warganya.

Saya rasa memang sudah waktunya kita semua memikirkan hal itu, dan kembali bahwa yang paling penting adalah pondasi agama. Di mana agama menjadi batas dan pagar untuk setiap orang melakukan tindakan-tindakan.

Sejak kapan menyampaikan pendidikan seks pada anak-anak?
Kalau anak saya yang pertama sudah besar, sudah kuliah. Nah, anak saya yang kedua ini saya kenalkan sejak, ya kita kan bisa lihat ya kalau dia sudah mulai kenal cewek, mulai pertama kali akhil balig, di situ saya mulai masuk.

Ajaran agamanya begini, norma sosialnya begini, aturan sosialnya begini. Ini yang boleh dan ini yang tidak. Itu kan sebenarnya semacam benteng buat dia. Agama mengajarkan begini, di masyarakat begini, di keluarga kita begini. Jadi ada tiga pandangan.

Kenapa memilih membagi tiga pandangan itu dalam pendidikan seks anak?
Karena berbeda, normanya macam-macam. Kalau di agama Islam, ada yang non-muhrim tidak boleh bertemu, kalau di keluarga begini, jadi kita ajarkan semua. Jadi, ketika mereka suatu saat bertemu dengan lawan jenis yang tidak mau bersalaman, kan jadi mengerti. Jadi, kamu harus menghormati. Nah, kalau di keluarga kita pilih yang A misalnya. 

Dan mereka mempunyai hak untuk memilih. Misalnya kalau salaman cium pipi enggak boleh, kenapa engga boleh, ya karena di agamanya begini, di keluarga kita begini, di masyarakat begini. Jadi sebaiknya kamu mengikuti aturan yang ada.

Bisanya pengertian-pengertian semacam itu diberikan saat momen apa?

Biasanya saat diskusi, saat dia cerita suka sama cewek. Terus saya tanya, memang kalau pacaran ngapain aja sih kak?! Nah, mulai masuk sedikit-sedikit.

Tapi anak-anak termasuk yang terbuka?
Alhamdulillah mereka terbuka, mau cerita.

Bagaimana pandangannya soal rencana hukuman kebiri untuk para pelaku pelecehan seksual?
Bahkan kalau lebih keras dari itu hukumannya sih saya setuju saja ya. Cuma memang yang menjadi pertimbangan berat adalah batasan umur. Anak-anak yang di bawah umur tidak bisa mendapat hukuman lebih berat dari 10 tahun. Itu sudah aturan maksimal sesuai undang-undang yang berlaku di Republik Indonesia.

Tapi, ada juga yang bilang harus dihukum lebih keras. Jadi, itu kami serahkan kepada mereka yang lebih mengerti dan paham hukum. Tapi kalau berkaca dari kasus yang kemarin ini terjadi, saya sih pengennya lebih keras dari itu. Artinya memang perlu hukuman untuk memberi efek jera.

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016