Jakarta (ANTARA News) - Perubahan skema Blok Masela dari rencana pengembangan (plan of development/PoD), yang sudah disetujui sebelumnya, menyebabkan investasi bakal lebih mahal, sehingga dibutuhkan jaminan pemerintah agar biaya yang dikeluarkan investor tidak mubazir.

Pengamat energi dari Universitas Indonesia Berly Martawardaya di Jakarta, Kamis mengatakan, dengan adanya keputusan pengembangan Blok Masela dilakukan di darat, maka investor harus membuat revisi PoD yang membutuhkan waktu karena banyak detail yang harus dibahas bersama dan dinegosiasikan lagi.

Di lain pihak, dibutuhkan pula biaya dan modal yang lebih besar dalam mengembangkan blok tersebut sesuai permintaan pemerintah.

"Pengembangan Blok Masela akan mengalami kemunduran dari proyeksi beroperasinya blok tersebut sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan dalam PoD 1," ujarnya.

Selain investasi proyek tersebut menjadi lebih mahal, lanjutnya, pemerintah juga harus menanggung beban "cost recovery" yang sudah dikeluarkan kontraktor berdasarkan persetujuan PoD 1 sebelumnya.

Menurut Berly, sesuai karakteristik sektor migas dengan investasi besar, maka pengembangan Blok Masela sudah pasti membutuhkan kepastian hukum dan jaminan pemerintah.

Hal itu dibutuhkan agar biaya dan investasi miliaran dolar AS sesuai skema pengembangan berdasarkan keinginan pemerintah tidak akan mubazir.

Perubahan drastis atas skema pengembangan dapat menyebabkan biaya yang dikeluarkan menjadi sia-sia.

"Dampak tidak langsung malah lebih besar lagi. Salah satunya turunnya kepercayaan investor terhadap iklim investasi sektor migas di Indonesia," ucapnya.

Hasil survei PWC terhadap investor migas di Indonesia, tambahnya, menemukan bahwa kepastian kontrak masuk peringkat ketiga masalah dan hambatan.

Senada, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro juga mengatakan, setiap lapangan migas memiliki tingkat keekonomian yang tidak sama.

Menurut dia, jaminan kepastian hukum dan investasi harus tetap diberikan pemerintah setelah melalui kajian terlebih dahulu.

PoD Blok Masela yang sedang direvisi saat ini akan membutuhkan waktu lama.

Selain pemerintah tetap harus mengkaji sebelum melakukan persetujuan, lanjutnya, dalam kondisi saat ini yang dibutuhkan oleh pelaku usaha adalah kepastian usaha dan insentif investasi.

"Telah berulang kali disuarakan oleh para pelaku usaha, yaitu kepastian usaha dan insentif investasi. Dalam situasi ini tentu kebutuhan akan kepastian usaha dan insentif tersebut semakin besar, dan pemerintah harus dapat menjamin hal tersebut setelah melalui kajian tentunya," tuturnya.

Menurut dia, selama ini banyak kegiatan di bidang energi terhambat karena kelemahan atau tidak ada dasar hukum yang tepat.

Pada Maret 2016, Presiden Joko Widodo mengumumkan pengembangan Blok Masela dilakukan secara darat (onshore), berbeda dari skema pengembangan yang sudah disetujui pada Desember 2010 melalui skema laut (offshore).

Pengumuman tersebut sebagai jawaban atas usulan revisi PoD untuk meningkatkan kapasitas kilang terapung (FLNG) menjadi 7,5 MTPA dari 2,5 MTPA ke SKK Migas.

Inpex dan Shell sebagai kontraktor mengusulkan perubahan tersebut karena adanya temuan cadangan yang lebih besar sekitar 10,7 TCF.

Persetujuan atas pengembangan Blok Masela pada PoD sebelumnya mengikat pemerintah untuk menjamin semua biaya yang sudah dikeluarkan kontraktor dapat dikembalikan sesuai skema "cost recovery".

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016