Purwokerto (ANTARA News) - Rencana pembentukan "holding" (perusahaan induk) badan usaha milik negara (BUMN) bidang energi harus diketahui DPR, namun hingga saat ini belum ada pembahasan rencana itu antara pemerintah dengan DPR, kata Anggota Komisi VI DPR Siti Mukaromah.

"Apapun yang akan dilakukan negara, apalagi kalau angkanya di atas Rp100 miliar, harus ada koordinasi dan harus mendapatkan masukan dari DPR. Itu wajib," kata Siti di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu.

Menurut dia, hal itu berarti ketika sebuah BUMN akan membentuk "holding" maka kewajiban pemerintah adalah harus meminta pendapat, arahan dan masukan dari DPR.

Akan tetapi hingga saat ini, kata dia, kewajiban tersebut belum pernah dilakukan.

"Makanya sampai saat ini, kita masih menunggu dan kita belum memberikan lampu hijau kepada mereka untuk membentuk holding," katanya.

Kendati demikian, dia mengatakan secara logika, sebuah perusahaan dengan aset yang besar akan lebih mampu menghadapi persaingan dan melakukan penetrasi pasar.

Akan tetapi jika yang akan melakukan "holding" adalah sejumlah BUMN, kata dia, perlu dilakukan kajian dan harus ada masukan-masukan detil dari DPR tentang perusahaan induk itu.

Menurut dia, hal itu disebabkan masing-masing BUMN memiliki "rumah tangga" sendiri sehingga harus dilakukan rapat diskusi, rapat dengar pendapat dan masukan dari DPR.

"Artinya, DPR memang belum memberikan lampu hijau. Bahkan, kemarin DPR sudah melakukan konsultasi dengan konsultan, mendengarkan pendapat dari ahli, salah satunya dari Pak Ichsanuddin Noorsy, intinya bahwa DPR punya kewajiban untuk memberikan pertimbangan dalam pembentukan holding," kata Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah VIII (Banyumas-Cilacap) itu.

Pembentukan induk usaha (holding) BUMN energi ini rencananya akan dilakukan dengan menggabungkan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk dan PT Pertamina (Persero).

Penggabungan tersebut diharapkan dapat menciptakan efisiensi biaya sehingga berdampak pada turunnya harga gas yang harus dibayar oleh konsumen.

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016