Bandarlampung (ANTARA News) - Potensi panas bumi di Provinsi Lampung sekitar 2.867 MW atau sekitar 10 persen dari total potensi panas bumi Indonesia dan menduduki peringkat ke-tiga setelah Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Utara.

"Provinsi Lampung memiliki peranan yang signifikan dalam pengembangan panas bumi di Indonesia, mengingat potensinya yang cukup besar," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Lampung Pieterdono di Bandarlampung, Selasa.

Ia menyebutkan, potensi panas bumi tersebut tersebar pada 13 lokasi di enam kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Waykanan dan Kota Bandarlampung.

Menurutnya, saat ini dengan tambahan kapasitas terpasang keseluruhan 660 MW yang terdiri atas proyek PLTP Ulubelu, PLTP Suoh Sekincau, dan PLTP Rajabasa, diharapkan akan memperlancar pembangunan infrastruktur demi meningkatnya pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung.

Potensi panas bumi yang telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi sebesar 2x55 MW, yaitu PLTP Ulu Belu unit 1 dan 2 yang berada di Kabupaten Tanggamus dan masih akan dikembangkan unit 3 dan 4 dengan daya mampu 2x55 MW yang rencananya beroperasi pada tahun 2017, sedangkan potensi panas bumi lainnya masih dalam tahap eksplorasi.

Selain itu, Beban puncak listrik Provinsi Lampung sebesar 819,6 MW dan daya mampu pembangkit listrik Provinsi Lampung sebesar 538 MW dimana 2x55 MW dipasok dari PLT Panas Bumi.

"Kondisi kelistrikan di Provinsi Lampung masih defisit," jelasnya.

Karena itu, lanjutnya, mengingat potensi panas bumi serta kondisi kelistrikan yang masih defisit di Provinsi Lampung, diharapkan terjadi percepatan pemanfaatan panas bumi yang ada di Provinsi Lampung.

"Kami berharap dapat memenuhi kebutuhan energi dan juga dapat menopang ketahanan energi nasional di masa yang akan datang," jelasnya.

Pimpinan Komite II DPD RI Parlindungan Purba menjelaskan bahwa pihaknya melakukan kunjungan kerja ke Lampung terkait dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, sekaligus upaya pemerintah dalam rangka pemanfaatan panas bumi sebagai sumber energi pembangkit listrik guna mendukung pencapaian program pembangunan peningkatan kapasitas listrik sebesar 35.000 MW.

Menurutnya, Undang-Undang No. 21 Tahun 2014 sebagai pengganti UU No. 27 Tahun 2003 setidaknya memuat 4 hal yang berbeda diantaranya kegiatan eksplorasi dan produksi panas bumi tidak masuk dalam kategori kegiatan pertambangan, Perizinan pengusahaan panas bumi khususnya pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung yaitu, dikembalikan ke pusat dari sebelumnya di daerah.

Selain itu, dalam UU tersebut juga disebutkan adanya kontribusi dari pemegang hak pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan langsung berupa pajak daerah dan retribusi daerah serta semakin luasnya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan panas bumi dalam bentuk kegiatan menjaga kelestarian wilayah pengusahaan panas bumi.

"Saya mengharapkan berbagai persoalan dan permasalahan terkait pelaksanaan Undang-Undang No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi di Provinsi Lampung dapat dicarikan solusi bersama. Untuk itu, saya mengharapkan kepada institusi terkait agar dapat memaparkan berbagai kendala dan permasalahan kepada Komite II DPD RI," ujarnya.

Sementara Direktur Eksplorasi dan Pengembangan PT PGE Khairul Rozaq menjelaskan bahwa PT PGE pada tahun 2016 dan 2017 berencana untuk membangun PLTP sendiri sebesar 2 x 55 MW yang langsung memproduksi uap menjadi lisrik untuk disalurkan kepada PT PLN.

"Saat ini PT PGE mendapatkan amanah dari pemerintah untuk terus mengembangkan proyek-proyek di daerah lain, seperti di Tasikmalaya, Bengkulu, Jambi, Muara Enim, Jawa Tengah dan Aceh. Bisnis panas bumi bersifat jangka panjang dan terbarukan," katanya.

Pewarta: Agus Wira Sukarta
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016