Jakarta (ANTARA News) - Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Sisno Adiwinoto, menyatakan proses penyidikan Dirut PT PLN Eddie Widiono sebagai tersangka kasus korupsi sudah selesai karena berkasnya sudah diterima oleh Kejaksaan Agung. "Penyidikan sudah final bahkan Kejaksaan Agung sudah menunjuk Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ini artinya, sebentar lagi akan masuk ke persidangan," katanya, di Jakarta, Jumat. Sebelumnya, Polri menyerahkan Eddie yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi PLTG Borang, Sumatera Selatan, senilai Rp122 miliar ke Kejagung, Kamis (22/3). Namun, Kejagung menyatakan, berkas Eddie Widiono diterima tanpa status, artinya Kejagung tidak menyatakan lengkap atau Kejagung tidak menyatakan ada perbaikan lagi. Dengan status lengkap, maka berkas dan tersangka tinggal diserahkan ke pengadilan namun dengan status perlu perbaikan maka Kejagung harus melengkapi berkas lagi sebelum dibawa ke pengadilan. "Karena berkas diterima Kejagung maka tersangka dan barang bukti ya kita serahkan juga. Setelah itu, tugas Polri selesai," kata Sisno. Eddie Widiono sempat ditahan selama 120 hari di Mabes Polri tahun 2006, namun dilepaskan karena masa penahanan yang habis. Molornya penyidikan kasus ini karena Kejagung minta penyidik Polri meminta keterangan John McDonald, seorang warga Australia yang diduga menjadi salah satu saksi kunci kasus ini. Polri akhirnya dapat memeriksa McDonald di Australia dengan bekerja sama dengan kepolisian setempat. Dalam pemeriksaan terungkap kalau McDonald hanya seorang pialang dalam jual beli mesin pembangkit PLTG Borang, bahkan ijin kerja sebagai pialang telah habis tahun 2003, padahal kasus ini terjadi tahun 2004. Kasus ini diduga korupsi sebab mesin yang dibeli ternyata bekas dan dibeli secara kredit bahkan hingga kini PLN belum lunas membayar mesin pembangkit ini. Dalam kasus ini, Polri juga telah menetapkan tiga tersangka yang hingga kini berkasnya masih di Kejagung. Mereka adalah Ali Herman Ibrahim (Direktur Pembangkitan dan Energi Primer PT PLN), Agus Darmadi (Deputi Direktur Pembangkitan) dan Johannes Kennedy Aritonang (rekanan).(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007