Jakarta (ANTARA News) - Indonesia menghargai kehadiran Uskup Belo yang merupakan salah satu pihak terkait peristiwa sebelum dan sesudah jajak pendapat di Timor Timur pada 1999 dalam dengar pendapat II oleh KKP sebagai upaya untuk mencari kebenaran. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Menteri Luar Negeri RI Hassan Wirajuda di Gedung Pancasila, Jakarta, Selasa, saat menjawab pertanyaan mengenai kehadiran Uskup Belo dalam dengar pendapat oleh KKP. "Kehadiran uskup Belo kita hargai dengan begitu kita upayakan kebenaran dengan mendengar kembali keterangan dari para pihak terkait...untuk merumuskan kebenaran yang kredibel," katanya. Menlu mengatakan, sudah menjadi tugas KKP --Komisi Kebenaran dan Persahabatan--- untuk mendengarkan keterangan dari sejumlah pihak terkait guna mengupayakan pencarian kebenaran dan rekonsiliasi bagi kasus seputar peristiwa jajak pendapat 1999 di Timor Timur. Saat diminta keterangannya seputar peristiwa itu, mantan pimpinan tertinggi gereja katolik Timor-Timur (kini Timor Leste) itu, mengatakan, lepasnya Timtim dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui jajak pendapat pada 1999, merupakan bukti kedua pihak baik Indonesia maupun Timor Leste gagal menjalin solidaritas dan toleransi. Dalam pernyataan yang disampaikan dalam bahasa Portugis itu, Uskup Belo mengharapkan, keterangan yang disampaikannya dapat memberikan kontribusi positif bagi berkembangnya rekonsiliasi dan dan perdamaian antara Indonesia dan Timor Leste. Sementara itu Ketua KKP Indonesia-Timor Leste, Benjamin Mangkoedilaga mengatakan pihaknya akan mengkroscek keterangan Uskup Belo dengan keterangan tokoh pro-integrasi Eurico Guiteres untuk mengungkapkan kebenaran peristiwa 1999 di Timor Leste. Benjamin mengatakan pihaknya di antaranya akan mengkroscek keterangan Uskup Belo terkait Eurico Guiteres yang menyatakan sulit mendapat pemberkatan pernikahannya dari gereja-gereja di Timor Timur. Benjamin mengatakan keterangan yang diberikan Uskup Belo memang cukup sebagai masukan KKP dalam dengar pendapat kali ini. Namun ia mengatakan untuk membuat sebuah rekomendasi akhir yang utuh, KKP akan memintai pendapat dari tokoh-tokoh kunci lainnya. KKP dibentuk atas kesepakatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Timor Leste Xanana Gosmao 11 Agustus 2005. Komisi ini terdiri atas 10 anggota, masing-masing lima orang dari Indoensia dan lima orang dari Timor Leste. KKP mengagendakan lima kali dengar pendapat untuk mengungkap kebenaran akhir dan memperkokoh persahabatan. Kegiatan pertama digelar di Denpasar 19-20 Pebruari, menyusul kegiatan kedua pada 26-30 Maret 2007 di Jakarta. Pada dengar pendapat I dihadirkan antara lain mantan Menteri Luar Negeri Ali Alatas dan Duta Besar Indonesia untuk Portugal Fransisco Lopez da Cruz. Dengar pendapat KKP kedua ini menghadirkan mantan Presiden BJ Habibie, Uskup Carlos Felipe Belo, Mayjen TNI (Pur) Zacky Anwar Makarim, Mayjen TNI (Pur) Adam Damiri, Mayjen TNI Suhartono Suratman, Galuh Wandita, Domingos Soares, Mateus Maia, Edmundo Conceicao, Martinho Fernandes, Eurico Guterres, Jose Afat, Sera Malik, Joanica Belo, Esmeralda Dos Santos, Nonato Soares, Adelino Brito dan Fares Da Costa. Mereka adalah sebagian tokoh pelaku sejarah, mantan pejabat pemerintahan baik sipil dan TNI yang saat itu bertugas di Timor Timur, para aktivis kelompok pro-otonomi, wakil korban, saksi, serta dari pengamat yang pada periode tersebut bertugas di Timor Timur.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007