Jakarta (ANTARA News) - Portugal, RI dan PBB harus mengaku bersalah dan minta maaf kepada warga Timor Leste (Timtim) atas tragedi yang dialami bangsa tersebut sejak masa kolonial Portugal. "Portugal begitu saja pergi meninggalkan perang saudara, tetapi kembali dan dianggap sebagai pahlawan," kata Eurico Guterres, saat memenuhi undangan dengar pendapat Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia-Timor Leste, di Jakarta, Rabu. Mantan Wakil Ketua Panglima Pasukan Pejuang Integrasi (PPI) itu selalu menyebut "Timor Timur" untuk negara Timor Leste, yang dulu merupakan provinsi ke-27 Indonesia. Dia mengatakan Indonesia bersalah karena mengemukakan opsi otonomi luas atau merdeka di saat kondisi Timor Timur belum kondusif, selain Indonesia saat itu sebagai penanggungjawab keamanan. Eurico juga minta PBB berjiwa besar mengaku salah karena gagal menghentikan kekerasan yang terjadi. Dia mengemukakan, pemerintah RI sebelumnya mengatakan tidak akan melepaskan Timor Timur, namun harus ada penyelesaian masalah. "Tetapi kenapa kenyataannya PBB diundang. Yang salah adalah Portugal, PBB dan Indonesia. Seharusnya tiga pihak ini minta maaf kepada rakyat Timtim," katanya. Eurico sudah 10 bulan berada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang untuk menjalani vonis 10 tahun kurungan yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi Ad Hoc Timtim yang diperkuat putusan Mahkamah Agung atas tuduhan pelanggaran berat HAM. Mantan Komandan kelompok "Aitarak" tersebut mengatakan, Gereja Katholik di Timtim saat itu dikuasai CNRT (Conselho Nacional de Resistencia Timorense) atau Dewan Perlawanan Timor Timur untuk Kemerdekaan. "Gereja yang tidak boleh berpolitik praktis, tetapi kenyataannya tidak begitu. Kami (kelompok pro-integrasi) tidak bisa masuk gereja, kalau pun berani masuk, antara hidup dan mati," katanya. Dia juga kecewa karena saat itu, Uskup Dili Mgr Felipe Ximenes Bello, bersikap memihak kepada salah satu kelompok. Hal itu terlihat ketika kelompok pro-kemerdekaan dan pro-integrasi diundang berdiskusi. "Di rumahnya, kami mau cium tangannya, dia tidak bersedia. Tetapi kelompok lain, dia bersedia. Mencium tangan adalah untuk penghormatan terhadap cincin di jarinya (dikenakan sebagai wakil Gereja Katholik) yang diberikan Roma," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007