Jakarta (ANTARA News) - Pemilik Agung Sedayu Grup Sugianto Kusuma alias Aguan keberatan dengan besaran kontribusi tambahan sebesar 15 persen dari nilai NJOP total lahan yang dijual dalam Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP).

"Saya bukan tidak setuju Pak. Jangan nanti pers tulis saya tidak setuju, Saya tidak menolak, tapi saya keberatan. Saya iyakan itu (kontribusi tambahan) 15 persen, cuma cukup berat untuk investasi, kalau tanah kita naik 100 persen, baru bisa," kata Aguan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Aguan menjadi saksi untuk mantan Ketua Komisi D dari fraksi Partai Gerindra Mohamad Sanusi yang didakwa menerima suap Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja terkait pembahasan RTRKSP dan melakukan pencucian uang sebesar Rp45,28 miliar.

Uang suap itu digunakan agar Sanusi mengubah isi raperda mengenai kontribusi tambahan yang terdapat pada pasal 116 ayat (6) mengenai kewajiban pengembang yang terdiri dari (a) kewajiban, (b) kontribusi, (c) tambahan kontribusi; dan pasal 116 ayat (11) mengenai tambahan kontribusi dihitung sebesar 15 persen dari NJOP total lahan yang dapat dijual tahun tambahan kontribusi tersebut dikenakan.

"Kalau 5 persen Saya tidak keberatan, dari Keputusan Presiden pertama sudah tertera 5 persennya. PKS (Perjanjian Kerja Sama) tahun 1997 zaman Pak Suryadi (Suryadi Sudirdja, mantan gubernur DKI Jakarta), angka 5 persen sudah ada," ungkap Aguan.

Anak perusahaan Agung Sedayu Grup adalah PT Kapuk Naga Indah (KPI) yang memiliki izin pelaksanaan reklamasi di pulau A, B, C, D dan sudah melakukan reklamasi tersebut. Namun menurut Aguan, PT KPI tetap berkomitmen melakukan pembangunan fasilitas umum seperti rumah susun dan jalan inspeksi yang diminta oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang bertemu dengan para pengembang pada 2013.

"Hitungan dagang saya memang cukup berat. Tapi untuk kita PT KNI kita comit untuk bangun. Jadi untuk pembangunan rusun bukan pertama kali kita bangun. Sudah ada 1700-an unit rusun. Agung Podomoro bangun separuh, saya bangun separuh di Muara Baru selain itu saya bangun jalan inspeksi Rp40 miliar," tambah Aguan.

Meski punya komitmen, Aguan mengaku tidak membuat perjanjian tertulis dengan Pemda DKI.

"Saya tidak ada teken dengan pemda DKI. DKI dengan Podomoro dan Intiland bangun a, b, c, d. Saya dikasih saya bangun duluan, itu masuk ke dalam kewajiban," ungkap Aguan.

Dalam perkara ini Sanusi didakwakan pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan dalam dakwaan kedua, didakwa menyamarkan harta kekayaan sejumlah Rp45,28 miliar yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi selaku anggota Komisi D periode 2009-2014 dan 2014-2019 dengan dakwaan pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP mengenai tindak pidana pencucian uang aktif dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp10 miliar.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016