Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha mengatakan Indonesia belum waktunya bergabung dengan Kemitraan TransPasifik (TPP) yang merupakan perjanjian perdagangan bebas yang dipelopori Amerika Serikat.

"Saya pikir untuk TPP jangan dulu," kata Satya Widya di Jakarta, Jumat.

Menurut Satya, seharusnya Indonesia lebih mengoptimalkan beragam perjanjian kerja sama multilateral yang selama ini diikuti.

Apalagi, politisi Partai Golongan Karya (Golkar) itu juga mengingatkan bahwa saat ini Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) juga baru diberlakukan tahun ini.

Untuk itu, ujar dia, akan lebih baik bila pemerintah dapat memaksimalkan beragam perjanjian kerja sama yang telah ada sambil terus mempersiapkan diri.

Hal tersebut, lanjutnya, karena untuk MEA saja dinilai masih belum ada banyak perangkat hukum yang menunjang dan memadai di tingkat nasional.

Satya mencontohkan di sejumlah negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand sudah bersiap diri dalam mempelajari Bahasa Indonesia.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menegaskan masih mempelajari dan mengkaji partisipasi Indonesia dalam Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) disesuaikan dengan situasi politik Amerika Serikat pada November akan melakukan pemilihan presiden.

"Kami terus memonitor apa yang akan terjadi di Amerika Serikat. Prinsipnya, kami tetap mempelajari dengan berbagai alternatif," kata Enggartiasto, dalam acara "Indonesia-US Investment Summit 2016", di Jakarta, Kamis (15/9).

Mendag tidak memastikan bahwa Indonesia tidak akan bergabung dengan kemitraan tersebut, namun hasil pilpres AS akan mengarahkan pada situasi berbeda mengenai TPP itu sendiri.

Sebelumnya, CEO Forbes Media dari Amerika Serikat, Steve Forbes, berpendapat bahwa rencana untuk bergabung dalam Kemitraan Trans-Pasifik (Trans-Pacific Partnership/TPP) dapat mendorong Indonesia mulai melakukan reformasi internal yang dapat meningkatkan daya saing.

"Harus ada perubahan jika anda secara sukarela memutuskan untuk bergabung dalam TPP," ujar Steve Forbes kepada Antara di Jakarta, Jumat (2/9).

Menurut Forbes, Indonesia tampaknya perlu menanggapi kemitraan internasional, seperti TPP, untuk memulai reformasi domestik yang dapat memperkuat daya saing nasional.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016