Jakarta (ANTARA News) - Langkah pemerintah, termasuk menunda penerimaan praja baru IPDN selama setahun, sudah cukup, namun akan lebih baik jika semua mahasiswa di-"rontgen" total, sebagaimana tuntutan para orang tua. Direktur Eksekutif Sugeng Sarjadi Syndicate, Dr Sukardi Rinakit, mengemukakan hal itu di Jakarta, Selasa (10/4) malam, menanggapi lahirnya enam langkah pemerintah untuk mengatasi kasus kekerasan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Solusi ini diambil menyusul tewasnya seorang praja madya asal Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Cliff Muntu, 20 tahun, yang diduga akibat penganiayaan berat oleh belasan seniornya. Kematian praja di IPDN sejak dekade 1990-an menurut data yang dihimpun salah seorang staf dosennya, Inu Surya Kencana, hingga kini telah mencapai 37 kasus, sebagian karena penganiyaan, tetapi tidak terungkap. "Langkah-langkah pemerintah, termasuk menunda penerimaan praja baru selama satu tahun sudah cukup. Ini tidak akan mengurangi pasokan SDM di pemerintahan lokal," kata pengamat politik itu. Tetapi, lanjutnya, langkah-langkah tersebut akan lebih baik, jika semua mahasiswa di-"rontgen" total seperti tuntutan orang tua. "Dan kalau bisa, kegiatan ekstrakulikuler bela diri dihapus. Sebab, mereka dididik untuk melayani publik, bukan untuk jadi penjaga keamanan," kata Dr Sukardi Rinakit. Sementara itu, salah satu orang tua praja, bernama Dikurtis Korinus, sangat mengharapkan ada pemeriksaan medis menyeluruh atau general check up terhadap para praja di IPDN. "Anak saya pada bulan Desember lalu juga mengeluh ada nyeri-nyeri di dada dan di beberapa bagian tubuh. Tetapi setelah ditanya lebih lanjut, dia mengatakan hanya kecapean. Itu persis seperti yang dikatakan Cliff Muntu ketika ditanya orang tuanya juga," katanya. Karena itu, Dikurtis Korinus yang sehari-harinya bekerja sebagai pengusaha pangan ini mendesak diadakan pemeriksaan kesehatan menyeluruh, tidak hanya rontgen. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007