Dili (ANTARA News) - Menteri Energi Timor Timur (Timtim), Jose Texeira, menyatakan bahwa negaranya segera membentuk perusahaan minyak nasional yang diupayakan bersamaan dengan pelaksanaan proyek penyaluran sekaligus penyulingan minyak dan gas dengan Australia yang akan memberi keuntungan senilai 20 miliar dolar Amerika Serikat (AS). "Kami akan membentuk perusahaan itu setelah dengar pendapat dengan rakyat dilakukan. Ini penting sekali karena akan membawa keuntungan besar bagi bangsa ini. Mungkin bentuknya seperti Pertamina di Indonesia," katanya kepada ANTARA News, di Dili, Jumat. Texeira juga berbicara dalam konferensi perminyakan yang diselenggarakan Kementerian Energi Timor Timur yang dihadiri Presiden Kay Rala Xanana Gusmao, dan Perdana Menteri Jose Ramos Horta. Konferensi itu juga dihadiri perwakilan lembaga pendanaan internasional dan perusahaan minyak Australia. Proyek di bidang perminyakan, katanya, banyak sekali yang bisa dilakukan. Dalam waktu dekat akan dilakukan pemulaian pelaksanaan proyek penyaluran gas dari selatan Timor Timur ke Australia Utara, dengan nilai keuntungan sebanyak 20 miliar dolar AS. Proyek itu merupakan di bidang energi pertama yang dilakukan pemerintah Timor Timur dengan pihak mancanegara di sektor gas. Penambangan gas dilakukan karena hingga puluhan tahun ke depan bisa menjadi andalan sumber energi Timtim yang oleh banyak pengamat akan berpenduduk sekitar dua juta jiwa pada 2020. Timtim bekerjasama dengan Australia akan menyalurkan gas alam dari ladang Greater Sunrise di blok timur celah Timor, di utara Teluk Carpentaria, di negara bagian Australia Utara. Secara teknis direncanakan penyaluran gas itu akan dilakukan melalui pipa bawah laut di kedalaman sekitar 3.000 meter. Hasilnya, proyek itu layak untuk dikerjakan dan diproyeksikan memberi keuntungan sekitar 20 miliar dolar AS bagi kedua pihak, Timor Timur dan Australia, hingga cadangan gas di ladang itu habis puluhan tahun ke depan. Proyek itu sendiri dikatakan menelan investasi hingga 10 juta dolar AS pada tahap eksploitasinya saja. "Proyek ini penting sekali dalam jangka pendek. Dimulai pada tahun depan dan selesai pada 2013. Posisi kami sangat strategis, berada di antara Indonesia, Australia, dan Selandia Baru, di Pasifik Selatan. Di posisi itu tidak ada lokasi penyulingan minyak dan gas. Inilah yang akan kami manfaatkan semaksimal mungkin," katanya. Tentu saja, katanya, kerja sama dengan perusahaan minyak mancanegara dan pemerintah negara-negara sahabat juga menjadi pertimbangan dalam pengoperasian berbagai proyek yang ada di situ. Pertamina dan pemerintah Indonesia yang telah sangat berpengalaman di sektor energi menjadi salah satu mitra yang bisa diandalkan. "Peran Indonesia besar sekali. Mereka sangat berpengalaman di sektor ini, tenaga kerjanya cakap dan berbiaya lebih kompetitif ketimbang Australia. Kami bisa menimba pengalaman dalam hal pengeboran, pengapalan, manajemen, dan banyak lagi," katanya. Skema yang bisa dikedepankan dalam pembentukan perusahaan perminyakan nasional itu, katanya, bisa menjadi dua skenario. Pertama, mengajak badan donor internasional untuk membiayai pendirian serta pengoperasiannya, atau kedua, mengajak perusahaan dan pemerintah negara sahabat yang berpengalaman untuk berbagi kebisaan mereka. Prioritas-prioritas yang akan diajukan dalam pembentukan perusahaan ini, katanya, terkait dengan pencetakan sumber daya manusia yang mumpuni serta pendirian fundamental manajemen yang tepat. Di masa mendatang, perusahaan itu diharapkan bisa bersaing di tingkat dunia. Sementara itu, pengamat ekonomi Timtim, Joao Soldanha PhD, menyatakan bahwa proyek itu memang memainkan peran penting dalam perekonomian negara baru itu. Dengan pendapatan per kapita sekitar 350 dolar AS dan tingkat pertumbuhan lima persen per tahun, maka belum bisa mengatrol kesejahteraan umum rakyatnya. "Pembiayaan proyek ini tidak usah melibatkan pendanaan dari pihak ketiga, misalnya IMF atau Bank Dunia, karena kami memiliki cadangan devisa sebanyak satu miliar dolar AS di satu bank di New York, yang bunganya saja sudah sangat besar," katanya. Secara ekonomi, proyek Greater Sunrise itu bisa menjadi andalan utama. Namun, dia mengingatkan, pemerintah Timtim agar juga memperhatikan masalah lingkungan, sosial politik, dan keamanan nasional. Semua faktor itu sangat saling terkait, karena masalah utama nasional Timtim adalah masalah ekonomi, dan saat ini jumlah masyarakat di bawah garis miskin sudah lebih besar dari 40 persen ketimbang survei serupa pada 2001, saat jumlah penduduknya masih sekitar 800.000 jiwa, serta pengangguran terbuka dan tertutup masih menjadi masalah sangat besar bagi negara yang angkatan kerjanya mendominasi populasi penduduk, katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007