Pelabuhan Taicang adalah rumah dari penjelajah besar China Cheng Ho, Laksamana hebat dari Dinasti Ming
Jakarta (ANTARA News) - Taicang, suatu kota di bawah administrasi Kota Suzhou di Provinsi Jiangzu, China, telah lama diuntungkan oleh keberadaan Sungai Yangtze.

Kota yang terletak sekitar 50 km di barat laut Shanghai tersebut mempunyai peran penting sebagai pelabuhan dan pusat bisnis pada Jalur Maritim Sutra China yang tersohor di masa lalu.

Terletak di dataran aluvial delta Sungai Yangtze, Taicang pernah disebut sebagai wilayah Lumbung Padi Besar karena pada zaman dulu, karena kerajaan-kerajaan kuno China membangun banyak lumbung padi untuk menyimpan hasil pertanian di sana.

Ketika ditanya tentang seberapa lebar Sungai Yangtze,warga setempat akan mengatakan jika kalian tak akan pernah bisa melihat sisi seberang dari sungai tersebut.

Sungai terpanjang di Asia itu, dipercaya sebagai tempat lahirnya peradaban China kuno, sangatlah lebar sehingga memungkinkan kapal-kapal besar seperti tanker dan pengangkut peti kemas mengarunginya.

"Di negara saya, ini bagaikan lautan, bukan sungai," kata seorang jurnalis asal Filipina Reynaldo Galupo setelah melihat puluhan kapal besar berlayar di sekitar Pelabuhan Taicang.


Sejumlah jurnalis ASEAN mengunjungi pabrik pembuatan crane milik Rainbow Cargotech Industries di Taicang, China, Kamis (20/10). Sebanyak 15 jurnalis dari negara-negara anggota ASEAN diundang berkunjung ke China dalam acara Media Trip Jalur Maritim Sutra Abad Ke-21 yang diselenggarakan oleh China Report dan ASEAN-China Centre. ANTARA News/Aditya E.S. Wicaksono


Pelabuhan Taicang, yang merupakan pelabuhan sungai terbesar di China, pada Oktober lalu menerima kunjungan 15 jurnalis dari negara-negara anggota ASEAN yang diundang oleh China Report dan ASEAN-China Centre untuk mengikuti program kunjungan media dengan tema Jalur Maritim Sutra Abad Ke-21.

Belasan jurnalis tersebut mendapatkan kesempatan mengunjungi sejumlah tempat di China yang terletak di jalur sutra kuno untuk menyaksikan secara langsung sejarah dan perkembangan wilayah-wilayah strategis yang sedang dikembangkan oleh pemerintah setempat dalam koridor ekonomi yang juga dikenal sebagai "One Belt One Road" (OBOR) tersebut.

Inisiatif Jalur Sutra Maritim Abad Ke-21 pertama kali disampaikan Presiden Xi Jinping ketika berkunjung ke Indonesia pada Oktober 2013 lalu.

Pelabuhan Taicang di provinsi Jiangsu di bagian timur China tersebut menjadi salah satu titik awal perdagangan di Jalur Sutra yang mana pemerintah China ingin menghidupkan kembali untuk meningkatkan kerja sama dengan negara-negara yang dilalui oleh rute perdagangan kuno itu.


Markas besar Cheng Ho


Informasi Grafis yang menunjukkan perbandingan ukuran kapal Cheng Ho dan kapal Colombus di Zheng He Memorial Park, Nanjing, China. ANTARA News/Aditya E.S. Wicaksono

"Pelabuhan Taicang adalah rumah dari penjelajah besar China Cheng Ho, Laksamana hebat dari Dinasti Ming," kata Wakil Direktur Pelabuhan Taicang Niu Jian Ping kepada para jurnalis ASEAN.

Dikisahkan, Cheng Ho memulai tujuh pelayaran besarnya dari Pelabuhan Taicang, yang berada di sisi selatan Sungai Yangtze yang menjadi pintu timur Provinsi Jiangsu, melewati Shanghai menuju ke laut lepas.

Kapal Cheng Ho, berdasarkan catatan sejarah di galangan kapal kuno di Nanjing, ibu kota Jiangsu, berukuran panjang 138 meter dan lebar 56 meter, mengerdilkan kapal penjelajah Spanyol Colombus yang berukuran sekitar seperempatnya.

Melimpahnya sumber daya, unggulnya teknologi pelabuhan, dan galangan kapal telah banyak membantu pelayaran Cheng Ho 600 tahun yang lalu.

Sang muslim penjelajah dari China dengan armadanya, yang terdiri atas 260 kapal, bertolak dari Taicang ke berbagai tujuan seperti Brunei Darussalam, Thailand, Jawa, dan negara-negara Asia Tenggara lainnya hingga jauh ke barat melayari Samudra Hindia menuju India, Afrika dan Arab.

Replika kapal Cheng Ho dan sejumlah artefak dari galangan kapal kuno China dipajang di Zheng He Memorial Park di Nanjing.


Jalur emas Yangtze


Sebagai tempat berlabuh di muara Sungai Yangtze, Kota Taicang memiliki 38,8 km garis sungai, yang mana sepanjang 25 km adalah sungai dalam dengan kedalaman minimal 12,5 meter yang bisa mengakomodasi kapal dengan bobot lebih dari 200.000 ton.

Kini wajah pelabuhan kuno itu telah berubah menjadi pelabuhan kontainer modern dan terbesar di Sungai Yangtze.


Sejumlah kapal bersandar di Pelabuhan Taicang, Provinsi Jiangsu China pada Kamis (20/10). Pelabuhan Taicang terletak di tepi Sungai Yangtze dan merupakan pelabuhan arteri nasional untuk transportasi peti kemas di bagian utara Pusat Navigasi Internasional Shanghai. ANTARA News/Aditya E.S. Wicaksono


Melewati gerbang utama, ribuan peti kemas dengan rapi tertata sepanjang pelabuhan.

Barisan crane tinggi menjulang menunggu kapal bersandar di sisi pelabuhan, sementara yang lain sibuk memuat peti kemas ke atas truk-truk.

Pelabuhan Taicang merupakan pelabuhan arteri nasional untuk transportasi peti kemas di bagian utara Pusat Navigasi Internasional Shanghai.

Terdiri atas 78 dermaga, termasuk 34 dermaga untuk kapasitas di atas 10.000 ton dan 10 dermaga peti kemas, Pelabuhan Taicang didesain untuk memiliki kapasitas 130 juta ton kargo dan 4,35 juta TEU peti kemas per tahun.

Taicang menjadi pelabuhan sungai pertama yang memiliki kapasitas setara pelabuhan laut di China.

"Tahun lalu kami menangani 3,75 juta TEU dan 200,5 juta ton kargo," kata Niu Jian Ping.

Pada akhir 2015, Pelabuhan Taicang telah memiliki 177 jalur pelayaran, termasuk 20 jalur pelayaran ke laut terdekat seperti ke Jepang dan Taiwan.

Pada awal 2016, Taicang membuka jalur pelayaran pertamanya ke Asia Tenggara seperti ke Thailand dan Vietnam.

"Dalam inisiatif One Belt One Road, kami ingin menggali lebih potensi pelayaran kargo ke Asia Tenggara," kata Niu.


Zona pengembangan Taicang


Sekitar setengah juta penduduk Kota Taicang saat ini berusaha mewujudkan modernisasi di kota seluas 810 kilometer persegi yang berada di sepanjang muara Sungai Yangtze itu.

Sejak berdirinya Zona Ekonomi dan Teknologi Pelabuhan Taicang pada 2002, wajah Taicang berubah menjadi kota industri dengan PDB yang menempatkannya di jajaran 10 besar kota county di China.

Komplek kota dan industri seluas 261,8 km persegi yang sedang dikembangkan tersebut menjadi rumah bagi ratusan perusahaan multinasional yang bergerak di bidang Petrokimia, elektronik dan energi menjadi tiga pilar utama industri di Taicang.

Zona industri itu menjadi markas bagi pabrik peralatan pembangkit listrik tenaga angin dan matahari serta Rainbow Cargotech Industries, perusahaan gabungan China-Finlandia, yang membuat peralatan pelabuhan berskala besar seperti crane pelabuhan dan lepas pantai.

"Kami memproduksi sekitar 100 crane setiap tahunnya. Vietnam dan Indonesia adalah salah satu pelanggan terbesar kami di pasar Asia," kata Asisten General Manajer Rainbow Cargotech Industries Victor Wang.


Sejumlah kapal bersandar di Pelabuhan Taicang, Provinsi Jiangsu China pada Kamis (20/10). Pelabuhan Taicang terletak di tepi Sungai Yangtze dan merupakan pelabuhan arteri nasional untuk transportasi peti kemas di bagian utara Pusat Navigasi Internasional Shanghai. ANTARA News/Aditya E.S. Wicaksono


Tahun lalu, perusahan tersebut menjual 22 crane ke Indonesia dengan harga setiap crane sekitar 1,5 juta Euro.

Sementara itu Wakil Direktur Komite Administratif Zona Pengembangan Ekonomi dan Teknologi Pelabuhan Taicang Zou Jiahong mengatakan jika peluang kerja sama dan investasi ke negara-negara Asia Tenggara terbuka lebar.

"Zona ini berada di dekat laut dan akan bagus jika kami mempunyai kerja sama yang lebih banyak dengan negara-negara Asia Tenggara di masa depan," kata Zou.

Data statistik menunjukkan selama 25 tahun kerjasama dialog, jumlah perdagangan bilateral antara China dan ASEAN telah meningkat dari 7,96 miliar dollar AS ke 472 miliar dollar AS.

Melalui One Belt One Road ,China berharap bisa menghidupkan kembali jalur sutra untuk membangun kerja sama di berbagai bidang dengan negara-negara yang dilewati oleh jalur perdagangan kuno tersebut seperti apa yang telah dilakukan oleh Cheng Ho enam abad yang lalu.

Oleh Aditya E.S. Wicaksono
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2016