Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi industri farmasi International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) menyatakan investasi di sektor farmasi di dalam negeri masih kurang berkembang karena infrastruktur yang belum merata.

Direktur Eksekutif IPMG Parulian Simanjuntak seusai dialog investasi bertajuk "Diseminasi Paket Kebijakan Ekonomi Sektor Farmasi: Percepatan Pengembangan Sektor Farmasi di Indonesia" di Jakarta, Kamis, mengatakan perlu infrastruktur seperti rumah sakit dan klinik untuk mendorong investasi sektor farmasi.

"Untuk mendorong pasar tidak cukup hanya tersedia pabrik-pabrik dan obat-obatannya. Yang dibutuhkan juga adalah rumah sakit, dokter dan klinik sebagai infrastruktur penyebaran (hasil investasi)," katanya.

Parulian menyebut sekitar 60 persen infrastruktur kesehatan Indonesia masih terpusat di Pulau Jawa. Begitu pula sekitar 160.000 dokter yang belum tersedia secara merata di pelosok negeri.

"Pemerataannya jadi kendala sehingga tidak semua orang dapat akses yang sama terhadap pelayanan kesehatan," ujarnya.

Parulian mengatakan potensi investasi farmasi di Indonesia masih sangat besar. Terlebih konsumsi obat-obatan per kapita Tanah Air tercatat sebagai yang terrendah di antara negara-negara Asia Tenggara.

Berdasarkan studi, lanjut dia, semakin sehat suatu negara maka semakin tinggi pula konsumsi obat-obatannya.

"Jadi hitungannya kalau pasar kita 5 juta dolar AS degan 200 juta penduduk, maka konsumsi obat-obatan per kapita kita sekitar 40 dolar AS. Itu terendah di ASEAN, bahkan lebih rendah dari Vietnam," ujarnya.

Pemerintah sendiri terus berupaya mendorong investasi farmasi agar perkembangan industri farmasi dan alat kesehatan untuk kesediaan farmasi.

Alkes sebagai upaya peningkatan pelayanan kesehatan dalam rangka jaminan kesehatan nasional (JKN) dan mendorong keterjangkauan harga obat dalam negeri dapat tercapai.

Selain melonggarkan sejumlah investasi sektor farmasi di sejumlah bidang usaha bagi penanaman modal asing, pemerintah juga menerbitkan paket kebijakan ekonomi khusus untuk mendukung sektor tersebut.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat investasi di sektor farmasi tidak mengalami peningkatan yang signifikan dengan capaian Rp8,9 triliun sepanjang Januari 2011 hingga September 2016.

"Kalau melihat industri farmasi dalam periode lima tahun terakhir, sebetulnya so so (biasa saja), tidak meningkat pesat. (Investasinya) ada tiap tahun, tapi nilainya tidak begitu banyak," kata Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pelayanan Kefarmasian sekaligus Plt Direktur Produksi dan Distribusi Kementerian Kesehatan Dettie Yuliati mengatakan pihaknya berharap ada peningkatan investasi di sektor hulu farmasi.

Pasar farmasi Indonesia selalu meningkat. Saat ini ada 206 industri farmasi, 24 diantaranya penanaman modal asing (PMA), 4 BUMN dan 176 penanaman modal dalam negeri (PMDN).

"Tapi ini masih kurang untuk 257 juta jiwa penduduk Indonesia, jauh dibanding negara lain yang sudah ribuan industri farmasinya," katanya.

Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016