Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial HM Syarifudin menyatakan bahwa manajemen hakim dalam "shared responsibility" atau sistem dua atap sudah pernah dipraktikkan di Indonesia sebelum reformasi 1998.

"Selama puluhan tahun sebelum reformasi tahun 1998, kami sudah menjalani sistem dua atap itu," ujar Syarifudin ketika dijumpai usai simposium yang digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis.

Syarifudin mengatakan bahwa dalam sistem dua atap kala itu, institusi peradilan tidak memiliki independensi.

"Maka setelah reformasi, pada tahun 1998 dikeluarkan TAP MPR Nomor 10 Tahun 1998 bahwa kewenangan badan peradilan harus diberikan dan dikeluarkanlah UU Nomor 35 Tahun 1999 tentang kekuasaan kehakiman," jelas Syarifudin.

Dalam ketentuan tentang kekuasaan kehakiman tersebut dijelaskan bahwa organisasi, administrasi, dan finansial diletakkan sepenuhnya di bawah Mahkamah Agung.

"Ini sudah berjalan lebih dari 12 tahun, hasilnya sudah bisa dilihat," tambah Syarifudin.

Syarifudin menilai setelah ketentuan tersebut diberlakukan, pengadilan sudah sesuai dengan prototipe dan para hakim sudah lebih independen,

"Kalau kita kembali ke model sistem dua atap, berarti kita set back lagi ke sebelum reformasi," kata Syarifudin.

Arah baru dalam manajemen hakim dari konsep satu atap menjadi sistem dua atap merupakan salah satu fokus dalam Revisi Undang-Undang Jabatan Hakim, yang diharapkan Komisi Yudisial dapat menguatkan pengawasan atas hakim.

Pewarta: Maria Rosari
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016