Jakarta (ANTARA News) - Hillary Clinton gagal memasuki Gedung Putih, sekalipun didukung para pemilih dari kaum hawa, kelompok minoritas dan anak-anak muda dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (pilpres AS) beberapa waktu lalu.

Rival Clinton, Donald Trump, walaupun terkesan kasar, ofensif dan meremehkan orang lain, mendapatkan dukungan sebagian besar warga Amerika.

Clinton yang dalam tiga pekan memimpin berbagai jajak pendapat, dikejutkan oleh "hadiah" dari FBI. Menguaknya skandal surat elektronik Clinton jelang pemilihan berlangsung yang menyoal yayasan amal keluarganya merupakan salah satu pertanda warga Amerika tak siap dengan kepemimpinan keluarga Clinton.

Tak dipungkiri, skandal itu menganggu kegiatan kampanyenya dan memunculkan kesan sosok Clinton yang korup dan penuh rahasia. 

Ribuan surat elektronik yang dirilis laman Wikilieaks, walau berhasil di-hack tim kampanye calon presiden dari Partai Demokrat itu tetap tak mampu menghentikan kecurigaan publik.

"Hal ini mengganggu kegiatan kampanye-nya, muncul keraguan dalam benak banyak orang," ungkap profesor manajemen politik dari George Washington University, Lara Brown, seperti dilansir Al Jazeera.

Penerjemah: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016