Orang berpikir ini semata syahwat politik? Kalau ikut shahwat mah, Bandung sudah ditinggalkan ikut nyagub di DKI kemarinBandung (ANTARA News) - Wali Kota Bandung Ridwan Kamil memulai babak baru dalam hidupnya ketika resmi mencalonkan diri untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat 2018.
Monumen Bandung Lautan Api di Lapangan Tegalega Kota Bandung menjadi saksi bagi babak awal Kang Emil menjadi bakal calon gubernur Jawa Barat periode berikutnya.
Minggu siang 19 Maret lalu, Partai NasDem resmi mendeklarasikan Kang Emil sebagai bakal calon Gubernur Jawa Barat 2018.
Deklarasi itu dituangkan dalam Surat Rekomendasi Nomor 020-SI/DPP/Nasdem/III/2017 yang diserahkan langsung oleh Saan Mustopa dari DPW Partai NasDem Jawa Barat kepada Ridwan Kamil.
Baca juga: (Nasdem jalin komunikasi politik terkait Pilgub Jabar)
Baca juga: (NasDem usung Ridwan Kamil jadi cagub Jawa Barat)
Baca juga: (NasDem calonkan Ridwan Kamil dengan tiga syarat)
"Saya kira susah mengatakan hal itu tepat atau tidak untuk Ridwan Kamil, karena Emil sendiri bukan orang partai politik," kata Guru Besar Ilmu Komunikasi Politik, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Karim Suryadi, kepada Antara di Bandung, Senin.
Yang dilakuan Kang Emil berikutnya adalah menjalin komunikasi intensif dengan partai politik lainnya di Jawa Barat, karena NasDem tidak bisa sendirian mengusung Kang Emil karena jumlah kursi mereka di legislatif hanya lima kursi. "Sedangkan untuk bisa mengusung calon, minimal parpol harus punya 20 kursi di legislatif," kata Karim.
"Oleh karena itu Partai NasDem dan Ridwan Kamil harus berusaha meyakinkan parpol lain agar mendukungnya pada Pilgub Jabar 2018," lanjut dia.
Ridwan Kamil yang berani menerima pinangan Partai NasDem diharapkan menjadi penggugah calon dan parpol lain yang masih malu-malu memutuskan sikapnya untuk Pilgub Jawa Barat 2018, kendati waktunya masih panjang, masih 15 bulan lagi.
Baca juga: (Ridwan Kamil tak paksakan diri maju Pilgub Jabar jika tak dapat pengusung)
Baca juga: (Ridwan Kamil tanggapi komentar dirinya diusung Nasdem lewat Facebook)
"Meskipun suasana politik di Jabar masih adem ayem, tapi sebenarnya banyak tokoh yang memperlihatkan ingin maju di Pilgub Jabar 2018 dengan berbagai cara seperti ada yang rajin pasang baliho, iklan-iklan di media massa," kata Karim.
Dia menuturkan meskipun Kang Emil tidak rajin memasang baliho atau memasang iklan media massa, namun masyarakat menjadi saksi rekam jejak seorang Ridwan Kamil dari kinerjanya dalam memimpin Kota Bandung.
"Harus kita akui bahwa ada perubahan ke arah lebih baik lagi di Kota Bandung dari segi fisik selama Ridwan Kamil memimpin. Ini kita bisa lihat dari renovasi taman dan trotoar," kata dia.
Sebaliknya, Ketua Pusat Studi Politik & Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran Muradi menyebut langkah Kang Emil itu blunder politik.
Baca juga: (PAN: Ridwan Kamil potensial pimpin Jabar)
Baca juga: (Ridwan Kamil cerita silsilah keluarga saat deklarasi cagub)
"Saya melihat deklarasi tersebut membuat warga Kota Bandung merasa ditinggalkan dengan sisa waktu kurang dari dua tahun. Dan kehadiran RK pada deklarasi tersebut juga menyiratkan ambisi politik yang menggebu," kata Muradi.
Dalam pandangan pengamat ini, Ridwan Kamil seharusnya fokus menuntaskan program kerjanya sebagai Wali Kota Bandung hingga masa akhir jabatannya pada 2018. Padahal Kang Emil sudah menegaskan akan tetap komitmen pada dua tahun sisa jabatannya di Bandung, tokh Pilkada Jawa Barat masih 15 bulan lagi.
Tanpa mahar politik
Partai Nasdem mengaku meminang Ridwan Kamil tanpa memasang mahar politik. Kedua belah pihak hanya menyepakati tiga syarat saat deklarasi Calon Gubernur Jawa Barat 2018-2023 di Monumen Bandung Lautan Api di Lapangan Tegalega Kota Bandung, Senin 20 Maret itu.
Saat memberikan sambutan dalam deklarasi itu, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengutarakan ketiga syarat itu.
Baca juga: (Surya Paloh-Ridwan Kamil sepakati tiga syarat)
Pertama, apabila rakyat telah memberikan amanah dan menempatkan Ridwan Kamil sebagai gubernur definitif Jawa Barat maka dalam melaksanakan fungsi, peran dan tugas jabatan yang dipangkunya, Ridwan Kamil harus menjadikan Jawa Barat sebagai benteng Pancasila yang melindungi seluruh warga.
"Dengan menjadi benteng Pancasila maka semangat kemajemukan dan pluralisme harus tetap terjaga dalam keseharian. Ini artinya sistem dan ideologi bangsa kita yakni Pancasila merupakan kekuatan yang harus tetap terjaga dan tidak bisa digoyahkan oleh kekuatan apapun," kata Surya.
Kedua, ketika menang dan duduk menjadi pimpinan daerah Jawa Barat maka Ridwan Kamil harus menjadi milik seluruh masyarakat Jabar dan seluruh parpol.
"Dengan demikian saya meminta kepada Ridwan Kamil untuk tidak bergabung dengan parpol apa pun, termasuk Partai NasDem," kata Surya.
Tujuan NasDem dan Surya tidak mengikat Kang Emil masuk parpol adalah agar dia bisa menjalankan amanah dan sumpah jabatan dengan lebih fokus kepada masyarakat Jawa Barat.
Ketiga, Ridwan Kamil harus mampu mengkonsolidasikan roda pemerintahan Jawa Barat di bawah dirinya dengan harapan bisa membawa peran serta masyarakat dalam memahami arti pembangunan nasional dan mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo yang sedang berupaya mempercepat proses pembangunan dan persiapan Pemilihan Presiden 2019.
"Inilah tiga syarat yang ditetapkan NasDem kepada Ridwan Kamil dan telah terjadi kesepakatan antara Ridwan Kamil dan saya sehingga deklarasi hari ini dilaksanakan," tegas Surya Paloh.
Tanggapi santai
Kang Emil menanggapi santai komentar-komentar masyarakat yang menyayangkan dia didukung Partai Nasdem untuk maju pada Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2018.
Dalam laman Facebook-nya, Kang Emil menuliskan tujuh poin yang sering kali ditanyakan masyarakat kepadnya di media sosial.
Poin pertama, kata dia, "Menjadi Cagub itu resminya jika sudah mendaftar ke KPUD. Dalam perjalanannya masih banyak belokan dan lika-liku. Bisa seperti tokoh-tokoh di Jakarta yang heboh-heboh di awal ternyata tidak jadi. Bisa seperti yang sudah dideklarasikan, eh bisa berubah pada hari H-1 oleh nama baru".
Poin kedua, "Hari ini sebagai independen sifatnya menerima dengan baik aspirasi siapa pun yang berniat baik mendukung. Adabnya berterima kasih ketimbang menolak yang terkesan sombong. Toh keputusan pastinya masih jauh. Esok lusa ada tambahan dukungan ya ditunggu, tidak juga ya diterima saja takdirnya".
Poin ketiga, "Kenapa dengan partai ini atuh. Kenapa tidak dengan partai-partai terdahulu? karena partai-partai terdahulu, sudah dikomunikasikan, namun belum ada jawaban. Belum pasti juga mau dan masing-masing punya jadwal dan prosedur sendiri yang harus dihormati. Boro geer (gede rasa) pasti didukung, apek teh ternyata teu jadi (ternyata tidak jadi)?".
Poin keempat, "Setiap pilihan situasi politik selalu ada yang suka juga tidak suka. Saya sudah melaluinya pada tahun 2013. Setengah pertemanan saya balik kanan, karena saya maju Pilwalkot didukung partai. Sedih? iya. Tapi saat itu dilalui saja prosesnya dengan ikhlas. Dan dibuktikan dengan bekerja dengan maksimal saat terpilih jadi wali kota. Sebagian pertemanan itu tidak balik lagi".
Poin kelima, "Orang berpikir ini semata syahwat politik? Kalo ikut shahwat mah, Bandung sudah ditinggalkan ikut nyagub di DKI kemarin. Tahun depan 2018 itu saya menggenapkan tugas sebagai wali kota selama 5 tahun. Selesai on time. Janji Bandung belum beres? Betul. Namun masih ada dua tahun anggaran 2017 dan 2018 untuk dibelanjakan mengejar sisa mimpi".
Poin keenam, "Tidak terpilih lagi? Tidak masalah, da saya mah bukan pengangguran, tidak punya niat cari nafkah dari politik. Kembali jadi dosen dan arsitek adalah kebahagiaan yang kembali pulang".
Poin ketujuh, "Jadi jika sekarang ada yang bully, saya akan jadi pembenci akang sekarang, maaf saya unfollow , bye kang RK dkk itu sudah takdir berpolitik. Tidak akan baper. Karena politik adalah cara memperjuangkan nilai dan cita-cita. Dan dalam prosesnya tidaklah akan pernah, sampai kapanpun, menyenangkan semua orang. Tinggal karya dan pengabdian yang akan menjawab semua itu".
Oleh Ajat Sudrajat
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017