Jakarta (ANTARA News) - Mantan Presiden Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur, menggugat Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk membayar ganti rugi Rp1,1 triliun atas perbuatan pencemaran nama baik. Gugatan tersebut disampaikan oleh kuasa hukum Gus Dur, Ikhsan Abdullah, dan diterima oleh Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa. Menurut Ikhsan, gugatan itu dilayangkan kepada Jusuf Kalla karena sampai saat ini Jusuf Kalla dinilai tidak memiliki itikad baik untuk meminta maaf atas pernyataan yang dilontarkannya pada 9 April 2007. "Somasi kami memang sudah dijawab, tetapi jawaban itu sama sekali tidak memuat permintaan maaf atau klarifikasi terhadap pernyataan yang ia lontarkan. Karena kami nilai tidak ada itikad baik, maka akhirnya kami ajukan gugatan ini," tuturnya. Jusuf Kalla beserta dua pimpinan redaksi media massa, yaitu Harian Duta Masyarakat dan situs berita detik com, digugat untuk membayar ganti rugi materill sebesar Rp100 miliar dan ganti rugi imateriil sebesar Rp1 triliun. Menurut Ikhsan, ganti rugi materiil dan imateriil sebesar itu pantas untuk diterima Gus Dur, karena Gus Dur adalah tokoh besar yang menjadi panutan Nadhlatul Ulama (NU) serta pernah menjabat Presiden. "Gus Dur sebagai panutan dan tokoh telah tercemar nama baiknya oleh pernyataan Jusuf Kalla. Ganti rugi sebesar itu pantas untuk tokoh sebesar beliau," ujarnya. Pada 9 April 2007, dalam acara pengkaderan fungsional Partai Golkar di Cibubur, Jusuf Kalla melontarkan pernyataan bahwa saat ia menjabat Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) Gus Dur pernah meminta uang kepadanya. Menurut Kalla, karena permintaan itu ia tolak, maka Gus Dur yang saat itu menjabat Presiden kemudian mencopotnya dari jabatan Kabulog. Ikhsan menilai pernyataan Jusuf Kalla itu sangat merugikan dan mencemarkan nama baik Gus Dur. Ia mengatakan perbuatan Jusuf Kalla itu telah melanggar pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum. Sedangkan Pemred dua media yang memuat pernyataan Jusuf Kalla pada 10 April 2007, yaitu Harian Duta Masyarakat dan situs berita Detik com, dinilai melanggar UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers karena tidak memuat hak jawab dari Gus Dur. Ikhsan mengaku telah mengirimkan hak jawab kepada media massa tersebut, namun hak jawab itu tidak pernah dimuat. (*)

Copyright © ANTARA 2007