Jakarta (ANTARA News) - Kesimpulan sementara DPP PKB terhadap kasus penembakan warga sipil oleh anggota Marinir TNI AL di Pasuruan adalah pelanggaran HAM berat. "Kesimpulan sementara kami, kasus ini pelanggaran HAM berat," kata Ketua DPP PKB Hermawi F Taslim, di sela-sela Diklat Jurnalistik PKB, di Kantor DPP PKB, Kalibata, Jakarta, Selasa. Menurut Hermawi, PKB telah tiga kali melakukan kunjungan ke lokasi kejadian. Pertama, tim PKB yang dipimpin Nusyahbani Katjasungkana. Kedua, anggota FKB bersama tim DPR, dan berikutnya kunjungan Ketua Umum Dewan Syura PKB, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Dari informasi yang dikumpulkan, katanya, PKB menilai pernyataan yang dikemukakan pihak TNI terkait peristiwa itu, misalnya penembakan dilakukan ke tanah dan untuk membela diri, menjurus pada ketidakbenaran, "Argumentasi yang diungkapkan TNI menjurus pada kebohongan publik. Masak membela diri karena diserang yang jadi korban anak-anak, juga ibu-ibu yang sedang hamil," kata Hermawi. Oleh karena itu, kata Hermawi, kalaupun nantinya kasus itu tidak diajukan ke persidangan HAM, maka sidang harus dilakukan di peradilan sipil, bukan militer. Sebab, katanya, sanksi yang dijatuhkan peradilan internal militer seringkali tidak memberi rasa keadilan pada masyarakat. "Ini bukan sekedar warga tertembak. Ini soal kemanusiaan. Ini tragedi. Di saat kita percaya TNI sudah mereformasi diri, ternyata kasus semacam ini masih juga terjadi," katanya. Dikatakannya, kasus penembakan warga sipil oleh anggota Marinir TNI AL bukan persoalan yang berdiri sendiri, melainkan terkait dengan kebijakan TNI yang menjadikan kawasan di Grati sebagai Pusat Latihan Tempur. Oleh karena itu, PKB mendesak TNI agar berkomitmen bahwa tragedi Pasuruan harus menjadi yang terakhir dan tidak boleh terulang di mana saja. "TNI AL juga harus bertanggungjawab. Sekarang bukan zamannya lagi mencari 'kambing hitam'. TNI AL juga harus meninjau ulang keinginan merelokasi warga dengan mengajak bicara mereka terlebih dulu," katanya. Tawaran Gubernur Jawa Timur untuk memberi warga tanah ganti seluas 500 meter persegi ditambah uang Rp10 juta per keluarga juga dinilai Hermawi sebagai keputusan yang terburu-buru dan sepihak. "Kasus Pasuruan harus diselesaikan dengan semangat keadilan, bukan menang-menangan," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007