Padang (ANTARA News) - Nova, istri mantan atlet dunia cabang angkat berat asal Sumatera Barat (Sumbar), Thio Hok Seng (44), begitu terharu setelah menerima informasi mendapatkan bantuan rumah dari pemerintah atas prestasi suaminya sebagai atlet berpretasi tingkat dunia pada 1980-an. "Rumah itu telah lama jadi impian kami sekeluarga dan kini jadi kenyataan," kata Nova dengan nada haru, ketika dihubungi ANTARA News, Sabtu. Thio Hok Seng adalah mantan atlet cabang angkat berat asal Sumbar yang berprestasi tingkat dunia, dan tercatat menjadi salah seorang dari 44 atlet penerima bantuan rumah senilai Rp100 juta dari pemerintah. Thio Hok Seng pada Kamis (7/6) telah berangkat ke Jakarta guna menerima langsung penghargaan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga. Bantuan rumah senilai Rp100 juta itu disalurkan melalui Komite Olahraga NAsional Indonesia (KONI) Provinsi Sumbar tanpa dipotong sepeser pun. Terkait adanya bantuan dari pemerintah itu, Nova mengemukakan, sangat gembira dan terharu, karena sekeluarga kini tidak perlu lagi tinggal di rumah orang tuanya. "Selama ini, kami masih tinggal bersama orangtua, karena tidak sanggup menyewa rumah sendiri," katanya. Guna memenuhi kebutuhan sehari-hari, Thio Hok Seng sejak enam tahun lalu hanya bekerja sebagai pembantu di lapangan Bulutangkis Hall Victory di Kota Padang. Dia mengaku bekerja dari pukul 16.00 hingga 23.00 WIB dengan upah Rp15.000 per hari. "Dengan upah tersebut, saya beserta isteri dan dua anak hanya bisa hidup pas-pasan, apalagi kini anak tertua telah masuk SD," katanya. Thio Hok Seng adalah atlet berprestasi pada 1980-an yang sempat mengharumkan nama Sumbar, bahkan Indonesia ke tingkat dunia pada cabang olahraga angkat berat. Ia pernah dua kali mengantongi medali emas kejuaraan dunia tahun 1987 di Lima Peru dan 1988 di Luksemburg. Pria setinggi 156 meter dan berat badan 61 kg itu menyebutkan, mulai menggeluti olahraga angkat berat sejak 1983, dan tahun 1984 ikut pra Pekan Olahraga Nasional (PON). Pada 1985, ia ikut PON XI di Jakarta, dan berhasil menyumbangkan satu mendali emas dan 1989 kembali ikut PON XII di Jakarta sekaligus berhasil meraih dua mendali emas. Pada PON XIV tahun 1996 mengantongi medali perak, dan tahun 2000 juga mencoba ikut PON XV, namun batal karena menderita cedera pada bagian bahu kiri. Selain itu, pria tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) itu juga pernah memecahkan rekor dalam angkatan "deadlift" 226 kg di Jerman pada 1988, sekaligus waktu itu meraih medali emas. "Selama 13 tahun bergeluti pada cabang angkat berat, saya juga banyak mendapatkan medali emas dan perak di berbagai turnamen hingga mengakhirinya tahun 2000," ujarnya. Ia mengaku, medali itu tetap disimpan sebagai bukti prestasi ikut mengharumkan nama Sumbar dan Indonesia di tingkat dunia. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007