Jakarta (ANTARA News) - Untuk menentukan sikap mengenai polemik konstitusi negara, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar seminar yang membahas legalitas amandemen UUD 1945. "Kita harus mengawasi polemik UUD karena menyangkut fondasi paling dasar dari perjalanan bangsa, bukan hanya dari konstitusi tapi hampir pada setiap gerakan dan aspek kenegaraan," kata Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi ketika membuka seminar putaran pertama yang diselenggarakan di Gedung PBNU, Jakarta, Selasa. Keputusan untuk menggelar tiga seminar sebelum menentukan sikap tersebut disebut Hasyim sebagai upaya untuk berhati-hati dalam menyikapi polemik dari adanya pihak-pihak yang menginginkan agar UUD 1945 diamandemen untuk kelima kalinya. "Pertama, kita harus melihat UUD secara komprehensif baik dari segi kenegaraan, dari segi teologi negara, dari segi hukum, sosial politik, konteks ilmu tata negara dan tidak boleh dilupakan semua akibat yang timbul karena semuanya ini muaranya dirasakan masyarakat," papar Hasyim. Selain menggelar seminar, Hasyim menyebutkan bahwa pihaknya juga melakukan komparasi mengenai hal tersebut di negara lain seperti Rusia dan China. "PBNU juga ingin melihat komparasi di negara lain misal reformasi di Soviet dan China, seperti kenapa China tidak `seberuntung` kita dalam reformasi atau kenapa reformasi di Soviet itu menguntungkan atau merugikan," katanya. Seminar bertajuk "Legalitas Amandemen UUD: Prosedur Hukum dan Dimensi Politik" itu menghadirkan pembicara antara lain Pakar Ilmu Pemerintahan Ryaas Rasyid dan anggota FKB DPR RI Ali Masykur Moesa. Menurut Ali Masykur, beberapa kelebihan dari proses amandemen yang telah dilakukan MPR antara lain bahwa proses "check and balances" antar lembaga negara lebih tertata karena sebelum amandemen dilakukan proses tersebut hanya ada dalam penjelasan UUD. "(Amandemen) Pasal 18 juga menyebabkan hubungan antara pusat dan daerah lebih jelas dimana daerah punya kuasa yang lebih kuat. Selain itu, permasalahan HAM (Hak Asasi Manusia) menjadi jelas dan dilaksanakannya demokrasi secara langsung," paparnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007