Jakarta (ANTARA News) - Zannuba Arifah Chafsoh atau Yenny Wahid pada Jumat resmi mengundurkan diri sebagai Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Bidang Komunikasi Politik. Salah seorang putri KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Presiden RI periode 1999-2001 yang kini menjabat Ketua Dewan Syura Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB), itu di Jakarta, Jumat, menyatakan bahwa akan berkonsentrasi pada tugasnya selaku Sekretaris Jenderal DPP PKB. Sebagai simbol kembalinya ke tengah masyarakat, maka Yenny menjadwalkan kunjungan sekaligus menginap bersama pengungsi korban luapan lumpur panas dari proyek PT Lapindo Brantas Inc. di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. "Saya akan menginap bersama pengungsi, makan malam bersama mereka untuk menghayati penderitaan mereka. Kepergian ke pengungsi korban lumpur di Porong ini sebagai sebuah simbolis bahwa saya kembali berada di tengah-tengah masyarakat, dan siap mengabdi bagi kepentingan mereka," kata Yenny. Dengan statusnya yang tak lagi menjadi staf khusus Presiden, Yenny merasa lebih leluasa untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dengan sekuat tenaga. "Selama ini ketika saya berada dalam sistem, saya merasa jauh dari rakyat dan nurani saya menjerit," ujar mantan wartawati surat kabar terbitan Australia, "Sydney Morning Herald". Yenny menceritakan, telah diterima Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai mendampingi delegasi ulama dan aktivis Islam dari Inggris yang menemui Presiden di Istana Negara pada Jumat pagi pukul 10.30 WIB. Setelah pertemuan itu, Presiden meminta Yenny untuk menunggu sejenak. Pada kesempatan itu, Yenny mengemukakan, diminta mundur secara lisan sekaligus menyerahkan surat pengunduran dirinya. Menurut Yenny, Presiden mengatakan akan kehilangan dengan pengunduran dirinya, dan Presiden Yudhoyono juga memintanya untuk tetap berkomunikasi. Di dalam suratnya tertanggal 14 Juni 2007 itu, Yenny menyatakan, sangat menyesali dua hal yang tidak bisa ditanganinya selama menjadi Staf Khusus Presiden . Pertama, ia mengaku gagal mendekatkan Presiden Yudhoyono dengan bapaknya, Gus Dur. Kedua, komunikasi politik istana dengan PKB selalu diwarnai kecurigaan sekaligus kesalahpahaman. "Saya tidak akan pernah melupakan beberapa episode ketika ayah saya mengkritik Bapak secara keras di media massa," tulis Yenny dalam suratnya pada Presiden Yudhoyono. Yenny memuji Presiden Yudhoyono yang dinilainya tetap tenang tidak membiarkan diri terpengaruh oleh emosi, dan malah mencarikan alasan kemungkinan kenapa Gus Dur bersikap kritis. "Bapak sengaja menyelamatkan muka saya di hadapan teman-teman sesama staf khusus," kata Yenny menilai kebijakan Presiden Yudhoyono. Sejak itu, tulis Yenny, ia bertekad untuk berusaha sekuat tenaga menjembatani Presiden Yudhoyono dengan Gus Dur, namun usahanya menemui jalan buntu. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007