Jakarta (ANTARA News) - Kota Solo, Jawa Tengah, akan menjadi tuan rumah festival musik etnik internasional pertengahan September mendatang dalam sebuah perhelatan budaya bertajuk "Solo International Ethnic Music Festival and Conference" (SIEM). "SIEM bertujuan memposisikan Musik Etnik di tengah dinamika kebudayaan, musik etnik yang terdiri dari Etnik Tradisional, Etnik Kontemporer dan Etnik Entertainmen," kata Direktur Seni Budaya Lembaga Musik Indonesia yang juga panitia SIEM, Yasudah, di Jakarta, Kamis. SIEM yang akan dipusatkan di Benteng Vastenburg Solo pada 1-5 September akan menghadirkan delegasi dalam dan luar negeri. Dari dalam negeri akan tampil Sarunai Kaleh dan Perkusi Rapa`i dari Aceh, Musik Etnik Kontemporer dari Padang Panjang, Perkusi Dol dari Bengkulu. Disamping itu ditampilkan pula Gambang Kromong dari DKI, Kuntulan Banyuwangi dari Jawa Timur, Musik Patrol dari Pamekasan Madura, Jegog Jembrana Bali, Sasando dari NTT, Musik Etnik Kontemporer Jawa Barat, Akarena Makassar, Adat Besar Tujung Benoag, Kalimantan dan pertunjukan musik etnik dari Papua. Delegasi dari luar negeri, juga akan hadir seperti dari Perancis, Jerman, Belanda, Rusia, Irlandia, Yunani, Mesir, Saudi Arabia, Afro, Indian India, Thailand, Cina, Jepang, New Zealand (Maori) dan Australia (Aborigin). "Kita juga akan mencoba menegaskan eksistensi musik etnis di tengah industri musik sekarang ini," ujar Yasudah seraya menambahkan bahwa beberapa musisi populer juga akan menyajikan musik etnik entertainmen dalam SIEM. Humas SIEM, Hari Nugroho mengatakan dalam festival ini juga akan menggelar temu dialog para pelaku, pemikir, kritikus, dan pengamat musik nusantara dan internasional untuk mendiskusikan musik etnik dalam menghadapi tantangan masa kini dan masa depan. Para panelis itu diantaranya Prof. DR. Dieter Mack (Jerman), Jack Body (New Zealand), Slamet Abdul Sjukur, Suka Hardjana, Prof. DR. Rahayu Supanggah, S.Kar (Indonesia). Selain itu akan dihadirkan beberapa panelis di luar disiplin musik, antara lain Tung Desem Waringin yang dikenal sebagai motivator ekonomi. "Dari festival ini diharapkan akan tumbuh pemahaman bahwa musik bukan sekedar instrumen dan bunyi, tetapi sarana komunikasi mempererat relasi antarwarga, suku, golongan serta bangsa," ujar Hari. Yasudah menambahkan, arus global membawa berbagai akibat, salah satunya dominasi musik pop dengan kekuatan industrialisasi. Akibatnya hanya ada satu pilihan musik sementara jenis musik lain di luar pop kurang berkembang. Padahal faktanya ada dan tumbuh dalam masyarakat sehingga perlu ruang agar terjadi proses penghayatan untuk memperkaya pilihan musik Sementara itu, Didit Mahaswara yang Ketua Umum Lembaga Musik Indonesia mengatakan, SIEM diharapkan mampu menginspirasi pemusik untuk mengolah lebih dalam lagi kekayaan musik etnis di Indonesia. "Musik etnik di Indonesia sangat kaya dan beragam, sangat potensial untuk mendunia," ujarnya. SIEM berawal dari gagasan seniman musik Solo yang kemudian ditanggapi oleh komunitas masyarakat Solo yang ada di Jakarta. Sebagian besar panitia berasal dari kota Solo dan sejumlah pihak yang memiliki ikatan emosional dengan Solo. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007