Kuala Lumpur (ANTARA News) - Ketua Setia Usaha (Sekjen) Kementerian Hal Ehwal Dalam Negeri (Depdagri) Malaysia mengunjungi Ceriyati, PRT asal Brebes, dan juga PRT lainnya yang menjadi korban penyiksaan majikan di Malaysia, sebagai wujud dari keprihatinan dan kepedulian pemerintah Malaysia. "Saya sudah minta kepada Wakil Dubes RI untuk Malaysia agar memberikan daftar PRT asal Indonesia yang menerima penyiksaan di Malaysia. Saya akan serahkan kepada Menteri Dato Radzi kemudian akan kami bahas dalam rapat internal. Bagaimana kasus penyiksaan terhadap pembantu di Malaysia tidak terus muncul," kata Dato Seri Aseh Ceh Mat, di Kuala Lumpur, Senin. Ia mengunjungi KBRI didampingi pula oleh Ketua Pengarah Rela, Dato Zaidon, dan diterima oleh Wakil Dubes RI untuk Malaysia, AM Fachir, Atase Tenaga Kerja Teguh H Cahyono, dan Kepala Satga Perlindungan dan Pelayanan WNI Tatang B Razak. Wartawan-wartawan Malaysia juga ikut dalam rombongan tersebut. "Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selalu mengangkat masalah penyiksaan PRT kepada PM Malaysia Abdullah Badawi ketika bertemu. oleh karena itu, kami akan meminta semua pihak untuk agar masalah penyiksaan terhadap pembantu rumah tangga ini tidak muncul lagi lah," janji Dato Aseh. Aseh juga sempat melihat majikan Ceriyati, Michael Tsen dan Ivone Siew, yang sedang berunding di KBRI, tapi tidak melakukan dialog. Didampingi oleh agensi pemasok PRT Malaysia, majikan Ceriyati mendatangi KBRI sekitar pukul 10.30 waktu setempat. Ceriyati tampaknya akan menjadi pembantu rumah tangga pemilik perusahaan Kemas Cerah Bhd agar bisa menerima penghasilan setelah merantau di Malaysia. Dato Aseh menyempatkan diri berdialog dengan Ceriyati mengenai pengalaman bekerja di Malaysia dan penyiksaan yang diterima hingga dorongan yang menyebabkan ia nekat keluar dari jendela apartemen Tamarind dari Lt 15 Sentul Kuala Lumpur. Wakil Dubes AM Fachir kemudian mengumpulkan delapan orang PRT yang menjadi korban penyiksaan dan masih bertahan di penampungan, di antaranya Nirmala Bonat asal NTT dan Mariana Bulu yang disiksa beberapa minggu lalu hingga kupingnya bengkak hingga saat ini, dan gaji tidak dibayar bertahun-tahun. Bahkan Dato Aseh kaget mendengar kesaksian dari Judista, PRT kerabat dekat dari Sultan Pahang, yang tidak menerima gajinya sepeser pun selama dua setengah tahun bekerja. Kepada pers, Dato Aseh mengatakan, "Bagaimana perasaan kita jika anak kita atau saudara kita menjadi pembantu, tapi gajinya tidak dibayar. Ini sangat memprihatinkan." Ketika ditanya apakah pemerintah Malaysia bisa membantu agar pengadilan Malaysia dalam kasus penyiksaan PRT asing bisa dalam waktu cepat, ia menjawab, "Itu urusan pengadilan yang sulit diintervensi." Kementerian Kehakiman Malaysia sebenarnya langsung di bawah PM Malaysia. Dalam kasus Nirmala Bonat, pengadilan Malaysia selalu menunda-nunda sidang Nirmala dengan alasan masih banyak kasus lain yang lebih prioritas seolah-olah kasus Nirmala tidak prioritas, padahal kasusnya sudah berjalan lebih dari tiga tahun. (*)

Copyright © ANTARA 2007