Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik Sukardi Rinarkit berpendapat Undang-undang (UU) No 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik sebaiknya tetap digunakan menyusul penolakan sejumlah partai politik baru terhadap UU politik baru. "UU yang lama cukup masuk akal, terutama soal representasi dan prinsip keadilan," kata Sukardi ketika berbicara dalam panel diskusi bertema "Paket UU Politik Baru, Menghambat Partai Baru?" yang diselenggarakan Forum Komunikasi Massa, di Jakarta, Senin. Hadir sebagai nara sumber dalam diskusi itu selain Direktur Eksekutif Sugeng Saryadi Sindicate (SSS), Sukardi Rinakit, juga anggota Komisi II DPR RI Ferry Mursyidan Baldan dan Syaefullah Maksum, sejumlah partai-partai baru antara lain PDP, Partai Hanura dan Partai NKRI. Sukardi berpendapat suara terbanyak perlu dimasukkan, begitu juga gabungan partai politik untuk menghadapi Pemilu 2009. Ia juga membantah bila keberadaan calon independen akan mengabaikan parpol sebagai pilar demokrasi. Menurutnya, saat ini berlaku azas individu kapitalistik setelah terjadinya amendemen kelima UUD 1945. Padahal dalam UUD 1945 tidak boleh ada aturan apa pun yang menghambat demokrasi, seperti batasan electoral treshold (ambang batas keikutsertaan parpol dalam pemilu), pembentukan badan usaha, maupun deposit partai. "Namun setelah amendemen kelima, hal itu malah diberlakukan," kata Sukardi. Sukardi mencontohkan, di Amerika Serikat yang telah berdemokrasi lebih maju ada 53 parpol walaupun kenyataannya cuma ada dua papol yang besar, yakni Partai Republik dan Partai Demokrat. Sementara itu, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKBP) yang juga tim perumus UU Politik baru, Syaifullah Maksum, berkilah sebenarnya perubahan aturan tersebut karena aspirasi masyarakat. Meski demikian, anggota FPKB ini menjelaskan aturan yang tengah digodok itu hanya merevisi beberapa pasal saja. Dia menambahkan, UU yang perlu diubah dalam RUU Politik baru adalah proses pemilihan calon legislatif. Di mata dia, sudah waktunya masyarakat hanya mencoblos gambar calon legislatif. "Yang penting masyarakat harus bisa memilih calon yang sejati," katanya. Menurut Syaifullah, PKB sendiri ingin mengubah mekanisme penetapan calon terpilih. Baginya, electoral threshold tidak ada kaitannya dengan eksistensi partai politik, tapi membatasi hak parpol untuk pemilu. Namun, pernyataan Maksum disambut tawa sejumlah petinggi parpol baru yang ikut diskusi ini. Sebab menurut mereka, hal itu sama saja membatasi hak parpol kecil. Maksum lalu mengatakan aturan electoral treshold jangan memberangus parpol untuk pemilu. Sementara itu, anggota FPG DPR Ferry Mursyidan Baldan menegaskan, persyaratan untuk mendirikan parpol tidak perlu dipersulit. Dia juga tak setuju soal deposit Rp5 miliar bagi parpol serta pendirian badan usaha milik partai. Alasannya, dalam situasi ekonomi yang sulit seperti sekarang, tidak masuk akal bila menerapkan persyaratan tersebut. Ketua Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Fuad Bawazier menegaskan, UU Politik yang baru sengaja dibuat untuk menghambat keberadaan partai-partai baru dalam mengikuti Pemilu 2009. Karena itu, ia menyarankan agar UU tersebut dicabut. "Mengapa harus dibuat UU Politik baru, padahal UU yang lama belum sepenuhnya dilaksanakan. Apalagi kehadiran partai politik itu berdasarkan UU Politik lama," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007