Jakarta (ANTARA News) - "Kami terus tancap gas, bahkan sejak enam bulan lalu. Kami telah kehilangan satu tahun untuk persiapan," ucap Sekretaris Jenderal Panitia Penyelenggara Asian Games (INASGOC) 2018 selepas pertemuan komandan kontingen negara-negara peserta Asian Games di Jakarta.

Menjelang penutupan tahun anggaran 2017, INASGOC bak pembalap reli yang baru menuntaskan separuh dari total etape untuk menuju garis finis. INASGOC, menggakhiri etape 2017, dengan memaparkan kinerja mereka dalam Laporan Perkembangan Penyelenggaraan Asian Games 2018.

Sejumlah pekerjaan telah rampung seperti negosiasi cabang olahraga dan nomor pertandingannya, serta negosiasi ulang kontrak tuan rumah Asian Games ke-18 oleh Indonesia kepada Dewan Olimpiade Asia (OCA).

Pekerjaan fisik renovasi arena dan pembangunan wisma atlet di Kemayoran, Jakarta Pusat oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat juga telah ditargetkan selesai pada Desember 2017.

Namun, INASGOC tetap "menginjak gas" persiapan karena tahun berganti berarti jatah waktu semakin menipis, terutama persiapan kebutuhan para peserta dan tamu-tamu dari 45 negara peserta perhelatan multi-cabang olahraga tertinggi di Asia itu.

Ketua INASGOC Erick Thohir, dalam Laporan Perkembangan Penyelenggaraan Asian Games 2018, memaparkan penyerapan anggaran panitia mencapai 98 persen dari total anggaran Rp2 triliun. Penyerapan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu menjadi bukti "tancap gas" INASGOC selama 2017.

"Deputi III bidang Games Supports yang menangani teknologi informasi dan penyiaran menjadi bidang yang paling banyak menyerap anggaran," kata Erick.

Etape 2018 bagi INASGOC juga merupakan etape yang penuh tantangan dengan sebagian besar rintangan berupa anggaran dan implementasi rencana-rencana yg telah disusun baik antar-instansi maupun bersama OCA.

Tantangan anggaran 2018
INASGOC masih membutuhkan tambahan anggaran dari pemerintah sebesar Rp2,5 triliun pada 2018 dari Rp2 triliun yang telah diterima sepanjang 2017. Jumlah anggaran dari APBN itu total mencapai Rp4,5 triliun.

Selain dana dari APBN, INASGOC juga mencari dana yang bersumber dari sponsor baik dalam negeri maupun luar negeri. Dua belas perusahaan milik negara (BUMN) telah menyatakan diri sebagai sponsor Asian Games 2018.

"Kami memperoleh dana tunai senilai Rp350 miliar dan barang dan jasa senilai Rp150 miliar dari badan-badan usaha milik negara," kata Erick.

Sementara, dana sponsor dari perusahaan swasta dalam dan luar negeri terdiri dari dana tunai senilai 65 juta dolar AS (sekitar Rp870 miliar) dan barang dan jasa senilai 15,4 juta dolar AS (sekitar Rp200 miliar). "Target kami untuk mencari dana sponsor sudah tercapai senilai total Rp1,1 triliun," ujar Erick yang juga menjabat sebagai Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI).

INASGOC yang juga berstatus sebagai satuan kerja di bawah Kementerian Pemuda dan Olahraga telah mendapatkan alokasi anggaran pada 2018 sebesar Rp1,79 triliun.

"Kami masih membutuhkan tambahan anggaran Rp1,1 triliun pada 2018. Pemerintah sudah komitmen untuk memenuhi itu. Hanya saja, kami harus menunggu kebutuhan anggaran Panitia Penyelenggara Asian Para Games (INAPGOC) agar prosesnya bisa bersamaan," kata Eris Herryanto.

Eris menyebutkan kebutuhan tambahan anggaran INASGOC itu untuk mengantisipasi pembengkakan anggaran antara lain akibat lonjakan harga sewa kamar hotel bagi tamu-tamu dari OCA ataupun lonjakan jumlah atlet yang hadir dari daftar perkiraan pada setiap kontingen negara.

"Pembengkakan itu dapat terjadi misalnya hotel-hotel di sekitar kawasan Gelora Bung Karno Jakarta menaikkan harga kamar mereka. Tapi, kami sudah menyiapkan rencana lain," ujar Eris.

Eris mengatakan proyeksi pembengkakan penggunaan anggaran dapat terjadi ketika jumlah nama peserta serta tamu-tamu dari Dewan Olimpiade Asia (OCA) yang mendaftar ke INASGOC melebihi perkiraan awal.

"Kami merencanakan anggaran untuk 10 ribu atlet dari seluruh negara peserta. Tapi, jika mereka datang dan total jumlahnya mencapai 12 ribu, tentu anggaran kami akan membengkak," kata Eris.

Mata anggaran yang juga terprediksi membengkak adalah transportasi dan anggaran upacara pembukaan dan penutupan yang masih dalam hitungan menjelang 2018.

"Kami memperkirakan kebutuhan upacara pembukaan dan penutupan itu mencapai 50-60 juta dolar AS," kata Eris.

Rintangan implementasi
Beraneka hal besar lain yang akan menjadi rintangan bagi INASGOC untuk memacu mesin persiapan Asian Games pada 2018 antara lain penambahan ruang di luar arena pertandingan baik untuk kebutuhan medis ataupun area pemanasan atlet.

"Kami harus mulai memesan tenda pada 2017 meskipun akan dipakai pada 2018. Tenda itu dibutuhkan sebagai tambahan ruang di setiap arena pertandingan. Tambahan ruang itu untuk tempat orang sakit atau hal lain," kata Erick.

Implementasi awal yang akan menjadi rintangan bagi Indonesia yaitu pengaturan transportasi di DKI Jakarta ketika kejuaraan uji coba serentak sembilan cabang olahraga pada 10-18 Februari 2018.

Pada pengujian sistem transportasi Asian Games oleh Dinas Pehubungan DKI Jakarta, jalur transportasi atlet dari wisma atlet di Kemayoran menuju kawasan Gelora Bung Karno di Senayan menghabiskan 38 menit.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Andri Yansyah mengatakan durasi tersebut masih perlu dipercepat sesuai dengan ketentuan INASGOC. Pemda DKI lantas akan mencari strategi lain seperti penggunaan jalur tol dalam kota.

Kejuaraan uji coba serentak itu sekaligus juga menguji kesiapan fisik arena pertandingan maupun kesiapan panitia penyelenggara dalam menghadapi tamu-tamu mereka.

Perwakilan Dewan Olimpiade Asia (OCA), menurut Erick, melakukan pertemuan mingguan dengan pengurus cabang-cabang olahraga guna mengantisipasi persoalan yang mungkin muncul ketika penyelenggaraan pertandingan Asian Games.

"Pengurus cabang olahraga juga akan bertanggung jawab ketika ada hal-hal yang kurang dalam pelaksanaan pertandingan nantinya karena saat ini sudah ada pertemuan rutin dengan perwakilan OCA," kata Erick.

Koordinasi antarlembaga
Selain implementasi, INASGOC masih perlu "tancap gas" guna meminimalkan risiko-risiko penghambat penyelenggaraan seperti aturan-aturan ketat pada masing-masing instansi negara.

Dalam Forum Media Asian Games pada akhir November, sejumlah perwakilan media di Asia mempertanyakan kebutuhan pengurusan visa selain pengurusan akreditasi media Asian Games.

Kepala Subdirektorat Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Hongky Juanda yang mewakili Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mengatakan Indonesia akan tetap mewajibkan pengurusan visa bagi setiap warga asing yang akan masuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Kami tetap menerapkan kebijakan selektif dalam penyelenggaraan kegiatan apapun. Tidak ada kebijakan bebas visa, kartu akreditasi Asian Games tidak otomatis berlaku sebagai visa masuk Indonesia," kata Hongky.

Lalu, INASGOC akan segera berkoordinasi dengan Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM dan Kementerian Luar Negeri terkait pengurusan visa bagi para peserta maupun media peliput Asian Games agar penyelenggaraan di Indonesia sewajarnya penyelenggaraan kejuaraan internasional di negara lain.

Erick menjelaskan pemberlakuan visa bagi peserta maupun media peliput Asian Games semestinya terintegrasi dengan akreditasi kartu identitas sebagaimana dilakukan negara-negara lain tuan rumah kejuaraan olahraga internasional.

"Kami akan menggelar pertemuan dengan perwakilan Kementerian Luar Negeri dan Ditjen Imigrasi terkait pengurusan visa untuk media asing," kata Erick.

Pelaksana tugas Deputi I INASGOC Harry Warganegara mengatakan arti penting kemudahan pengurusan visa media peliput Asian Games dengan tetap mematuhi aturan soal keamanan di Indonesia.

"Kami sudah mengusulkan kepada Kemenlu dan Imigrasi. Perwakilan media asing yang akan meliput Asian Games akan tetap mengajukan visa hanya saja mereka dipersilakan mencetak visa itu setibanyak di Indonesia karena perwakilan Indonesia tidak tersebar di sejumlah negara seperti Turkmenistan," kata Harry.

Tidak hanya soal visa bagi perwakilan media Asia yang akan hadir di Tanah Air, pengurusan barang-barang masuk dari negara-negara peserta terkait Asian Games juga perlu dikoordinasikan dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.

Belum lagi soal hewan-hewan yang akan digunakan dalam pertandingan seperti kuda dalam cabang equestrian. INASGOC perlu berkoordinasi dengan balai karantina Kementerian Pertanian terkait kehadiran kuda-kuda peserta Asian Games yang bernilai miliaran rupiah itu.

Penyelesaian etape
INASGOC masih memiliki sejumlah agenda yang menjadi sentuhan akhir mereka dalam menyelesaikan ujung etape 2018 seperti kegiatan pawai obor di enam titik di Indonesia dengan jarak tempuh 10 ribu kilometer.

Kegiatan lain adalah penjualan pernak-pernik Asian Games serta rencana penjualan tiket pertandingan Asian Games yang tentunya membutuhkan perhatian detail dari unit-unit kerja INASGOC.

Sementara terkait uji doping, INASGOC hingga akhir 2017 masih memilih laboratorium uji doping di Doha sebagai lokasi pengujian sampel doping. Guna mendukung pengujian doping, INASGOC pun mulai memesan tabung-tabung uji sejak 2017 untuk dipakai pada 2018.

Penyelesaian etape persiapan Asian Games 2018 itu akan didukung para sukarelawan yang telah mendapatkan pelatihan oleh bidang sumber daya manusia INASGOC. Dukungan para sukarelawan itu berupa kampanye citra positif Asian Games di Indonesia baik di tingkat nasional maupun internasional melalui Internet.

Bendera kotak-kotak putih-hitam akan menanti Indonesia pada Agustus 2018 yang berarti seluruh etape persiapan Asian Games harus diakhiri apapun pekerjaannya. Pada masa itu, INASGOC semestinya sudah menurunkan posisi persneling pada gigi terendah agar membentur pembatas sirkuit.

Pewarta: Imam Santoso
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017